Pelajaran 9, Kegiatan 2
Sedang berlangsung

Kuliah

Pelajaran Progress
0% Menyelesaikan
00:00 /

Pengantar

Dalam pelajaran ini, kita akan menelaah kitab Ibrani dan Surat-surat Umum.

I. Ibrani

Ibrani, kitab pertama yang kita lihat dalam pelajaran ini, tidak menyebutkan siapa penerimanya, tetapi isinya menunjukkan bahwa kitab ini ditulis untuk orang Kristen Yahudi. Naskah paling awal berisi judul, “Untuk Ibrani,” dan penulis menyebut karakter Perjanjian Lama sebagai “nenek moyang kita.” Dia juga membuat banyak referensi untuk tradisi Ibrani dan menganggap pembacanya akrab dengan mereka. Dapat disimpulkan dengan aman bahwa surat itu ditulis kepada jemaat Kristen Yahudi tertentu, mungkin di kota Roma. Karena tidak ada referensi untuk penghancuran Yerusalem dan bait suci Yahudi, surat ini mungkin ditulis sebelum tahun 70 M. Penulis tidak mengidentifikasi siapa dirinya. Tidak ada nama yang diajukan dengan cukup bukti untuk menyelesaikan masalah kepenulisan, sehingga jawaban terbaik untuk siapa yang menulis Ibrani adalah bahwa kita tidak tahu.

Tujuan kitab adalah mengajak orang-orang percaya Yahudi ini untuk secara giat mengejar hubungan mereka dengan Kristus dan cara hidup-Nya. Orang-orang Kristen ditentang dan dianiaya dalam Kekaisaran Romawi dan hal itu membuat hidup sebagai seoorang Kristen menjadi sulit. Akan tetapi selain dianiaya oleh orang-orang Romawi, orang-orang percaya ini menghadapi pertentangan dari sesama orang Yahudi — dan banyak dari mereka yang tampaknya mempertimbangkan untuk kembali kepada Yudaisme.

Lima bagian yang berbeda dalam Ibrani mendorong para pembaca ini untuk tetap setia pada pengejaran mereka terhadap Yesus Kristus.

Setelah menghadirkan sebuah pandangan yang agung tentang Yesus sebagai puncak pewahyuan Allah sendiri dalam pasal 1, penulis memperingatkan bahwa, “Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus” (lihat 2:1). Ada empat peringatan lain yang menentang untuk meninggalkan iman kepada Kristus yang terletak dalam Ibrani 3:12-14; 4:1-12; 5:11-6:8; 10:26-31. Bagian-bagian ini memberikan wawasan tentang seberapa peduli penulis jikalau para pembacanya tidak hidup sebagai para pengikut Yesus. Gagasan besar kita ini adalah bahwa kita harus secara giat mengejar Kristus karena kehidupan yang Dia tawarkan lebih unggul daripada pilihan lainnya. Meninggalkan Yesus untuk Yudaisme, atau cara hidup lain, adalah bodoh dan membawa malapetaka.

Penulis menghadapi sebuah masalah yang tidak biasa ketika mencoba meyakinkan orang-orang Kristen Yahudi ini bahwa mereka seharusnya tidak kembali kepada cara hidup mereka sebelumnya. Cara hidup orang Ibrani sebelumnya adalah Yudaisme, dan itu datang dari Allah. Para pembaca Yahudi yang meninggalkan Yesus akan kembali ke cara hidup yang dinyatakan Allah melalui Hukum Taurat dan Kitab Para Nabi. Penulis Ibrani harus mengetengahkan agama Kristen tanpa dengan cara apa pun menghancurkan Yudaisme. Dan itulah yang dia lakukan. Pernyataan pembukaan Ibrani memvalidasi Yudaisme: “Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi” (1:1). Dia mengatakan bahwa apa yang dipercaya oleh para nenek moyang Yahudi kita berasal dari Allah. Tetapi kemudian di ayat 2 dia juga menegaskkan pesan Kristen dengan menulis, “maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya.” Jadi, Allah yang sama yang berbicara kepada para bapa beriman, berbicara lagi. Kemudian melalui keseluruhan Ibrani, penulis menunjukkan bahwa ketika Allah berbicara lagi di dalam Anak-Nya, Dia mengucapkan sebuah pesan yang menggenapi janji-janji yang telah Dia buat ketika Dia berbicara kepada para nenek moyang Yahudi di dalam para nabi. Yudaisme adalah wahyu Allah dan itu mengandung banyak janji nubuatan. Janji-janji itu digenapi ketika Allah berbicara lagi di dalam Anak-Nya.

Argumen Ibrani dikembangkan dalam tiga pergerakan. Pertama, Ia menunjukkan kepada kita bahwa Yesus sempurna dalam pribadi-Nya (1:1-4:13). Kedua, Dia sempurna dalam pekerjaan-Nya (4:14-10:18); dan, ketiga, Dia sempurna dalam kehidupan yang Dia tawarkan (10:19-13:25). Penulis merasakan sebuah beban berat ketika ia melihat rekan-rekan sesama orang Yahudi yang berjuang dalam kehidupan Kristen mereka. Hidup sebagai seorang Kristen sulit, dan mereka dalam bahaya untuk menyerah. Akan tetapi, dia mendorong mereka untuk secara giat mengejar kehidupan yang Kristus tawarkan karena tidak hanya ada pilihan yang lebih baik, tidak ada pilihan lain sama sekali.

Ibrani mengajarkan kita tentang pelayanan Yesus sebagai Imam Besar kita dan mengundang kita “Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya” (4:16). Ibrani juga dengan jelas menjelaskan mengapa setiap orang Kristen harus secara giat mengejar hubungan mereka dengan Yesus Kristus.

Yakobus adalah kitab berikutnya dalam Perjanjian Baru dan merupakan yang pertama dari Surat-Surat Umum. Surat itu mungkin ditulis sebelum Sidang Yerusalem pada 50 M dan mungkin merupakan buku paling awal dalam Perjanjian Baru. Bukti yang kuat mengatakan bahwa penulis adalah salah satu saudara laki-laki Tuhan kita. Fakta ini berkontribusi kepada otoritas Yakobus di gereja Yerusalem, tetapi rasa hormatnya didasarkan lebih daripada hubungannya dengan Yesus, tetapi pada kehidupannya yang saleh. Dia adalah seorang manusia yang religius terhadap Allah. Dia memimpin pada Sidang Yerusalem (Kis. 15:1-21) dan diberi nama oleh Paulus sebagai salah sokoguru jemaat (Gal. 2:9). Suratnya akan dibaca dengan penuh perhatian dan rasa hormat.

II. Yakobus

Surat itu ditujukan kepada “dua belas suku di perantauan” (1:1) dan jelas ditujukan kepada orang-orang Yahudi yang percaya. Fakta bahwa mereka tersebar mengacu pada diaspora atau terseraknya orang Yahudi di seluruh Kekaisaran Romawi. Banyak dari orang Yahudi yang tersebar ini berkumpul di Yerusalem pada hari Pentakosta, dan tiga ribu orang telah menerima undangan Petrus untuk menerima Yesus sebagai Mesias mereka. Diaspora ini juga akan mencakup hamburan yang disebutkan dalam Kisah Para Rasul 8:1 dan 11:19 setelah penganiayaan yang terkait dengan perajaman Stefanus dalam Kisah Para Rasul 7. Penanggalan awal untuk penulisannya ternyatakan oleh ciri Yahudi yang khas dari isinya, yang menunjukkan bahwa gereja masih didominasi orang Yahudi.

Tujuan Yakobus adalah mendorong para pembacanya untuk menjalankan iman mereka dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dalam 1:22 ia mendesak kita untuk bertindak berdasarkan apa yang kita ketahui dari Firman Allah. Bahkan, ia mengklaim bahwa adalah sebuah penipuan untuk percaya bahwa mendengar (atau membaca) Alkitab adalah semua yang perlu kita lakukan. Dia menulis, “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.” Dan dalam 2:18 ia menekankan kembali pentingnya iman yang menghasilkan tindakan, “Tetapi mungkin ada orang berkata: ‘Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan,’ aku akan menjawab dia: ‘Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku.’” Dia menyatakan tujuh kali dalam ayat 2:14-26 bahwa iman yang tidak menghasilkan perbuatan adalah iman yang mati. Gagasan besar dalam Yakobus adalah bahwa iman yang tidak berfungsi bukanlah iman yang nyata. Dia sadar akan fakta bahwa orang-orang yang telah menjalankan iman ketika mereka menerima Kristus sebagai Juruselamat mereka tidak hidup dengan iman itu dari hari ke hari. Dia tahu bahwa Allah tidak pernah mengharapkan kita untuk hidup sesuai dengan standar yang Dia tetapkan bagi kita kecuali kita mendekat pada kuasa-Nya untuk hidup oleh iman. Jadi, Yakobus memberi tahu kita untuk melakukan apa yang Firman Allah ajarkan dan kemudian mengingatkan kita bahwa kita hanya dapat melakukannya dengan iman.

Kitab Yakobus hampir tidak mungkin untuk diuraikan, tetapi penulisnya membicarakan cara yang berbeda-beda untuk menerapkan iman kita dalam situasi-situasi spesifik. Dalam pasal 1, dia mengajarkan kepada kita bahwa iman harus membuat sebuah perbedaan ketika kita menghadapi tekanan hidup. Dalam pasal 2, dia mengatakan kepada kita untuk tidak menunjukkan favoritisme dan bagaimana iman kita mengubah pandangan kita tentang orang. Pasal 3 mengajarkan kita bagaimana mengaplikasikan iman dalam kuasa dan hikmat Allah kepada ketidakmampuan-ketidakmampuan kita sendiri. Kita tidak dapat mengendalikan perilaku kita dan perlu memercayai kekuatan Allah untuk mengubah kita. Dalam pasal 4, kita belajar bagaimana menerapkan iman dalam hubungan kita dengan orang lain untuk menghindari perselisihan. Dan di pasal 5, dia menjelaskan bagaimana iman membuat kita tidak kecewa dan putus asa oleh ketidakadilan-ketidakadilan dari dunia kita yang telah jatuh ni. Yakobus mengajarkan bahwa kualitas hidup kita tergantung pada apakah kita hidup dengan iman atau tidak.

Pengajaran Yakobus yang kuat tentang iman dan perbuatan tampaknya bertentangan dengan ajaran Paulus bahwa kita diselamatkan oleh iman dan bukan oleh perbuatan. Akan tetapi, Paulus sesungguhnya sedang berbicara tentang peran iman untuk menjadi seorang Kristen. Allah menyelamatkan kita oleh kasih karunia-Nya, dan kita tidak dapat memerolehnya dengan melakukan perbuatan baik. Yakobus, di sisi lain, sedang berbicara tentang peran iman dalam menjadi seorang Kristen. Anda menjadi seorang Kristen dengan menggunakan iman tanpa perbuatan. Akan tetapi, Anda tidak dapat hidup sebagai orang Kristen jika Anda memiliki iman yang tidak bekerja (tanpa perbuatan).

Kita menggunakan Yakobus hari ini untuk mengajar kita bagaimana menerapkan iman kita dalam kasih dan kuasa Allah untuk keadaan hidup sehari-hari. Pesan Yakobus adalah bahwa menjalankan iman bukanlah peristiwa satu kali yang kita alami ketika kita menerima pesan Injil. Menjalankan iman harus menjadi sebuah realitas yang konstan bagi orang Kristen

III. 1 Petrus

Rasul Peturs menulis kitab 1 Petrus dan 2 Petrus dari Perjanjian Baru. Gelar kerasulannya memberikan bobot pada kata-katanya, tetapi ia memiliki lebih dari sebuah gelar untuk kita menghargai instruksin-instruksinya. Dia telah mengkhotbahkan khotbah agung pada Hari Pentakosta yang dicatat dalam Kisah Para Rasul 2 ketika tiga ribu orang datang kepada Kristus. Dia telah melakukan mukjizat-mukjizat melalui kuasa Allah. Dia adalah manusia yang Allah pilih untuk menanam gereja non-Yahudi pertama
(Kis. 10-11). Dia adalah seorang juru bicara utama di Sidang Yerusalem (Kis. 15:7-11). Sosoknya sebagai seorang yang setia dari Allah memberikan rasa hormat dan penghargaan terhadap suratnya.

Petrus menyampaikan surat pertamanya kepada “orang-orang pendatang, yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia” (1:1). Dia menulis kepada orang-orang Yahudi yang terlantar yang tinggal di kota-kota non-Yahudi. Akan tetapi pernyataan-pernyataan dalam 2:10 dan 4:3 dengan jelas merujuk kepada orang-orang Kristen non-Yahudi juga. Orang-orang percaya sedang menderita, dan tujuan Petrus adalah untuk mengajar dan mendorong mereka dalam keadaan yang sulit. Surat itu mungkin ditulis pada awal 60-an M ketika pemerintah Nero menganiaya orang Kristen. Tetapi di samping penganiayaan Romawi, Petrus mengacu kepada pengucilan dan pelecehan verbal yang orang-orang percaya ini tanggung dari sesama dan bahkan anggota keluarga. Salah satu dari tiga bagian utama surat ini ditujukan untuk membantu orang-orang Kristen bertahan dari penderitaan. Petrus menggunakan tanggapan Yesus terhadap penderitaan-Nya sebagai sebuah teladan dan pengingat bahwa penderitaan tidak menunjukkan ketidaksenangan Allah.

Gagasan besar dari surat ini ditemukan pada awalnya dan diulang pada akhirnya. Setelah Petrus merujuk pada pendengarnya sebagai orang asing yang tersebar, ia menambahkan, “yang dipilih.” Meskipun mereka menderita, ia mengingatkan mereka bahwa mereka adalah umat Allah oleh pilihan-Nya. Kemudian dalam 1:2 dia menulis ucapan yang terdengar ironis ketika ditulis untuk orang yang menderita, “Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu.” Benarkah? Benarkah, Petrus? Apakah kamu serius? Iya. Petrus benar-benar serius, dan suratnya mengajarkan kita bagaimana memiliki anugerah dan kedamaian — dan memilikinya dalam ukuran penuh bahkan jika kita terserak dan mengungsi dan mengalami penganiayaan. Untuk memperkuat penekanannya, ia mengakhiri surat itu dengan, “Bahwa ini adalah kasih karunia yang benar-benar dari Allah. Berdirilah dengan teguh di dalamnya!” (5:12). Dan kata-kata penutupnya, dua ayat kemudian adalah, “Damai sejahtera menyertai kamu sekalian yang berada dalam Kristus.” (5:14).

Petrus mengelompokkan instruksinya untuk orang-orang kudus yang menderita dalam empat pergerakan. Pertama dia mengajarkan kita bagaimana keselamatan mengubah komitmen hidup kita (1:1-2:12). Selanjutnya dia mengajari kita tentang peran penting dari ketertundukan dalam penderitaan kita
(2:13–3:12), dan kemudian dia membahas topik penderitaan dengan baik sebagai seorang Kristen (3:13-4:19). Dia ditutup dengan instruksi kepada mereka yang menggembalakan domba-domba Allah (5:1-14).

Ketika orang Kristen menderita, atau ketika kita memotivasi orang lain yang menderita, 1 Petrus adalah alat yang penting. Dalam surat ini, dia mengajarkan kita bagaimana melakukan lebih dari sekadar bertahan sampai akhir. Dia mengajarkan kepada kita bagaimana penderitaan dapat berkontribusi untuk memiliki anugerah Allah dan damai sejahtera dalam ukuran maksimal.

IV. 2 Petrus

Surat 2 Petrus harus ditulis sebelum tahun 68 M, yang merupakan tahun kematiannya. Seperti 1 Petrus, ini adalah Surat Umum dan tidak ada gereja khusus yang disebutkan. Ini ditujukan kepada “kepada mereka yang bersama-sama dengan kami memperoleh iman” (1:1). Temanya diulang dari 1 Petrus, “Kasih karunia dan damai sejahtera melimpahi kamu oleh pengenalan akan Allah dan akan Yesus, Tuhan kita” (2 Petrus 1:2). Meskipun temanya mirip, tujuannya telah berubah. Sejak surat pertamanya, oposisi yang dia tujukan di sana telah pindah dari luar gereja ke dalam, dan dia menulis surat ini untuk membantu orang percaya memerangi nabi dan guru palsu yang telah menyusup ke berbagai sidang. Dia memperingatkan para pembacanya bahwa guru-guru palsu ini “akan secara diam-diam memperkenalkan ajaran sesat yang merusak, bahkan menolak Tuhan yang berdaulat yang membelinya — membawa penghancuran yang cepat pada diri mereka sendiri. Banyak yang akan mengikuti tingkah laku bejat mereka dan akan membawa jalan kebenaran ke dalam keburukan” (2:1-2).

Petrus menyatakan tujuannya dalam 3:1-2, “Saudara-saudara yang kekasih, ini sudah surat yang kedua, yang kutulis kepadamu. Di dalam kedua surat itu aku berusaha menghidupkan pengertian yang murni oleh peringatan-peringatan, supaya kamu mengingat akan perkataan yang dahulu telah diucapkan oleh nabi-nabi kudus dan mengingat akan perintah Tuhan dan Juruselamat yang telah disampaikan oleh rasul-rasulmu kepadamu.”

Petrus yakin bahwa penangkal terhadap penyesatan oleh guru-guru palsu adalah sebuah pengejaran yang giat terhadap pengajaran yang benar dari Allah. Apa yang tersebar di seluruh surat pendek ini adalah pernyataan-pernyataan yang menegaskan kebenaran dan kuasa Firman Allah dan kebutuhan umat-Nya untuk mengenalnya dengan baik. Ada tiga pergerakan dalam surat pendek ini. Petrus mulai dengan meneguhkan keyakinan kita akan kebenaran Firman Allah. Dalam pasal 2, dia mendeskripsikan kebejatan dari para guru palsu dan bahaya yang mereka hadirkan. Pasal 3 menguraikan sebuah perspektif kekal tentang kebenaran dan kekeliruan dengan berfokus pada kembalinya Yesus. Dia menutup kitab ini dengan memberi tahu kita untuk “kamu harus berusaha, supaya kamu kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di hadapan-Nya, dalam perdamaian dengan Dia” (3:14). 2 Petrus memberikan wawasan yang jelas tentang betapa merusaknya pengajaran palsu dapat dan mendesak kita untuk tekun dalam mempelajari kebenaran Allah sebagai perlindungan terhadap kesalahan. Dalam pasal terakhir, Petrus memberi kita perspektif yang sangat dibutuhkan tentang kebenaran dan menempatkan fokus kita pada pengharapan akan kembalinya Yesus.

V. Yudas

Yudas, kitab terakhir yang kita telaah dalam pelajaran ini, sangat mirip dengan 2 Petrus. Bukti yang ada membawa kita untuk menyimpulkan bahwa penulis, seperti Yakobus, adalah salah satu saudara laki-laki Yesus. Beberapa penanggalan untuk surat ini paling awal 65 M dan yang lainnya hingga akhir 80 M.

Kita hanya sedikit mengetahui tentang Yudas. Jika dia sebenarnya adalah saudara Yesus, yang namanya tercantum dalam Matius 13:55, itulah hampir seluruhnya kita ketahui tentang dia, di samping bahwa dia menulis sebuah kitab Perjanjian Baru. Yohanes memberi tahu kita bahwa Yudas dan saudara-saudara Yesus lainnya tidak mengikuti Yesus selama pelayanan-Nya di bumi (Yoh. 7:3-10). Mungkin dia menerima klaim-klaim Yesus setelah penyaliban dan kebangkitan-Nya.

Surat itu ditujukan secara umum dalam ayat 1, “Kepada mereka, yang terpanggil, yang dikasihi dalam Allah Bapa, dan yang dipelihara untuk Yesus Kristus.” Tidak ada indikasi mengenai lokasi atau etnisitas mereka, dan surat itu kemungkinan ditujukan kepada orang percaya di mana-mana. Dia membuka dengan salam sederhana, “Rahmat, damai sejahtera dan kasih kiranya melimpahi kamu.” Tujuan yang dinyatakan Yudas sangat jelas: “Saudara-saudaraku yang kekasih, sementara aku bersungguh-sungguh berusaha menulis kepada kamu tentang keselamatan kita bersama, aku merasa terdorong untuk menulis ini kepada kamu dan menasihati kamu, supaya kamu tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus” (ay. 3).

Yudas sangat khawatir tentang kerusakan yang dapat dilakukan oleh guru-guru palsu ini sehingga dia “merasa terpaksa” untuk mendesak para pembacanya untuk berjuang demi iman. Para guru palsu ini diam-diam menyelinap ke dalam gereja dan akan mendatangkan malapetaka jika tidak dikonfrontir. Gagasan besarnya adalah bahwa cara terbaik untuk melawan kesalahan adalah menghidupi kebenaran.

Yudas membuka suratnya dengan penjelasan singkat tentang tujuannya dalam ayat 1-3. Kemudian dalam ayat 4-16, dia mendeskripsikan bahaya yang dihadirkan para bidah kepada gereja. Dia menutup dalam ayat 17-25 dengan sebuah nasihat, “Akan tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, bangunlah dirimu sendiri di atas dasar imanmu yang paling suci dan berdoalah dalam Roh Kudus. Peliharalah dirimu demikian dalam kasih Allah sambil menantikan rahmat Tuhan kita, Yesus Kristus, untuk hidup yang kekal” (ay. 20-21). Saran Yudas, bahwa penangkal terhadap kepincangan akibat kekeliruan adalah berjalan dalam kebenaran Allah, sangat penting untuk segala usia. Kontribusinya yang besar terhadap Firman Allah adalah peringatannya terhadap kelalaian doktrinal.