Pelajaran 8, Kegiatan 2
Sedang berlangsung

Kuliah

Pelajaran Progress
0% Menyelesaikan
00:00 /

Pengantar

Dalam pelajaran tujuh, kita akan menelaah enam dari tiga belas surat Paulus, dan dalam pelajaran ini kita melihat tujuh surat lainnya.

I. Kolose

Kita mulai Pelajaran 8 dengan surat Paulus kepada gereja di Kolose. Ketika kami berbicara tentang Roma, kami mengatakan itu adalah salah satu dari dua surat yang Paulus tulis kepada gereja-gereja yang tidak dia tanam. Kolose adalah yang lainnya. Gereja Kolose telah ditanam oleh salah satu rekan kerja Paulus yang bernama Epafras, yang menerima pujian yang tinggi dari Paulus dalam Kolose 1:7-8. Dia baru-baru ini mengunjungi Paulus di Roma dengan berita yang mengganggu tentang gereja Kolose. Karena Paulus berada dalam tahanan rumah di Roma dan tidak bisa pergi ke sana, dia menulis surat ini kepada mereka. Surat itu ditulis sekitar tahun 60 M. Ucapan Paulus kepada “saudara-saudara yang kudus dan yang percaya dalam Kristus di Kolose.” (1:2) menetapkan nada untuk surat itu. Paulus tidak mengenal sebagian besar dari orang-orang percaya ini, tetapi sebagaimana saudara-saudaranya, Kristus Paulus meyakinkan mereka, “Kami selalu mengucap syukur kepada Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, setiap kali kami berdoa untuk kamu” (1:3). Seperti orang-orang Romawi, orang-orang Kristen Kolose ini akan menerima surat Paulus dengan rasa terima kasih, tahu itu berasal dari seorang asing yang sangat dihormati dan yang sangat peduli terhadap kesejahteraan mereka.

Masalah-masalah di Kolose bukanlah permasalahan-permasalahan perilaku seperti yang dihadapi oleh gereja Korintus. Rupanya beberapa guru sesat sedang mengetengahkan kepada mereka ajaran-ajaran palsu tentang Yesus dan tentang praktik dan festival keagamaan. Orang-orang percaya diajarkan kebohongan tentang penyembahan malaikat dan pengetahuan rahasia yang dicapai melalui pemikiran manusia dan filsafat. Namun ajaran yang paling berbahaya adalah gagasan-gagasan yang terdistorsi tentang natur Kristus. Di sepanjang kitab, Paulus menyajikan pengajaran yang kuat tentang Yesus dan khususnya tentang keilahian-Nya.

Tujuan surat ini adalah untuk meyakinkan para pembaca bahwa klaim Yesus menyelamatkan kita dari dosa dan memberi kita hidup berkelimpahan adalah benar. Untuk meyakinkan para pembacanya bahwa tawaran Yesus itu benar, Paulus dengan singkat menyangkal berbagai ajaran palsu. Akan tetapi, penekanan utamanya adalah untuk menyajikan sebuah pengajaran yang akurat tentang Yesus Kristus sebagai Anak Allah. Contoh pengajaran Paulus tentang Yesus dicatat dalam Kolose 2:9-10, “Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan, dan kamu telah dipenuhi di dalam Dia. Dialah kepala semua pemerintah dan penguasa.”

Seperti banyak surat Paulus, Kolose dapat diuraikan dalam dua pergerakan. Pertama-tama dia meletakkan dasar doktrinal yang kuat tentang kedaulatan Yesus di pasal 1 dan 2. Dia mengajar kita untuk mengenali dan mengakui supremasi Yesus sebagai Putra Allah. Kemudian di pasal 3 dan 4, dia mendesak kita untuk tunduk pada otoritas Kristus. Karena Yesus adalah yang Ia akui, maka tidak masuk akal untuk mengikuti guru lainnya. Paulus memperkenalkan pergerakan kedua dalam kitabnya dengan cara ini: “Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi” (3:1-2).

Kitab Kolose berkontribusi besar terhadap doktrin Kristologi, dan kita menggunakannya hari ini baik untuk pengajaran teologis dan untuk mengingatkan kita tentang siapa itu yang kita sembah, layani, dan percayai untuk keselamatan kekal kita.

II. 1 Tesalonika

Kitab berikutnya dalam Perjanjian Baru adalah 1 Tesalonika. Paulus menanam jemaat Tesalonika dalam perjalanan misionarisnya yang kedua segera setelah dia meninggalkan kota Filipi karena penganiayaan tidak lama setelah dia tiba. Dia kemudian berhenti sebentar di Berea dan Atena dan berada di Korintus ketika dia mendengar dari Timotius tentang pergumulan orang percaya Tesalonika. Dia segera menulis surat ini; dan tujuannya adalah untuk mendorong dan memberi petunjuk kepada mereka tentang bagaimana hidup dengan baik dalam situasi yang sulit. Mereka menderita penganiayaan berat dan bingung dengan pengajaran palsu tentang kembalinya Yesus. Surat itu ditulis sekitar 50 M.

Seperti orang-orang percaya Filipi, Paulus dan orang Kristen Tesalonika memiliki sebuah hubungan yang intim secara rohani. Dalam waktu singkat mereka telah menjadi orang Kristen, jemaat Tesalonika telah menunjukkan bahwa iman mereka dalam dan kasih mereka kepada Kristus penuh gairah. Akan tetapi, Paulus menyatakan keinginannya agar mereka terus bertumbuh: “Akhirnya, saudara-saudara, kami minta dan nasihatkan kamu dalam Tuhan Yesus: Kamu telah mendengar dari kami bagaimana kamu harus hidup supaya berkenan kepada Allah. Hal itu memang telah kamu turuti, tetapi baiklah kamu melakukannya lebih bersungguh-sungguh lagi” (1 Tesalonika 4:1). Paulus mendorong orang Kristen untuk secara giat mengejar pertumbuhan dalam kehidupan Kristen mereka. Gagasan besar dalam kitab ini adalah bahwa satu-satunya penangkal dari jatuh ke belakang adalah bergerak maju secara agresif.

Dalam pasal 1-3, Paulus merenungkan hubungan hangat yang dia dan orang-orang Tesalonika nikmati. Dia memuji mereka untuk pertumbuhan mereka dan mendorong mereka untuk tetap setia kepada Kristus. Kemudian di pasal 4-5, dia memberikan instruksi-instruksi dalam kekudusan sebagai sebuah landasan untuk pertumbuhan masa depan mereka. Terhambur di seluruh surat ini adalah referensi-referensi kepada kembalinya Yesus. 1 Tesalonika berisi pengajaran penting tentang kebangkitan Yesus dan kedatangan yang kedua. Dan ketika Paulus menggambarkan dirinya sebagai seorang ibu yang menyusui dan ayah yang memelihara di pasal 2, dia memberikan sebuah teladan yang luar biasa bagi para pendeta hari ini.

III. 2 Tesalonika

Sekitar enam bulan setelah menulis surat pertama kepada jemaat Tesalonika, Paulus menulis lainnya lagi. Karena tahu bahwa mereka masih dianiaya karena iman mereka, dia menulis surat ini untuk mendorong mereka dalam perjuangan mereka dan untuk mengajar mereka tentang Hari Tuhan. Kita dapat merujuk pada 1 dan 2 Tesalonika sebagai eskatologi Paulus, atau ajaran tentang hal-hal terakhir, karena dalam surat-surat ini, lebih dari yang lain, ia mengajarkan tentang kedatangan Yesus kembali. Tujuan Paulus adalah mendorong para pembacanya untuk hidup penuh kemenangan dalam keadaan-keadaan yang sulit. Gagasan besarnya adalah bahwa kesetiaan Allah di masa lalu seharusnya mendorong kita akan kesetiaan-Nya di masa depan.

Dalam pasal 1, dia memuji mereka karena mereka berurusan dengan oposisi. “Kami wajib selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara. Dan memang patutlah demikian, karena imanmu makin bertambah dan kasihmu seorang akan yang lain makin kuat di antara kamu” (2 Tesalonika 1:3). Dalam pasal 2, dia menambahkan kepada instruksi yang telah diberikannya kepada mereka di 1 Tesalonika tentang kedatangan Yesus kembali. Dia kemudian memusatkan perhatiannya di pasal 3 untuk mendorong mereka menjalani kehidupan Kristen sebagaimana yang telah dia instruksikan. Jadi, Paulus mengubah penderitaan orang Tesalonika menjadi dorongan untuk bertumbuh dan memuji mereka bahwa di tengah-tengah masa-masa sulit mereka mereka memuliakan Allah dan saling mengasihi.

2 Tesalonika, seperti surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika, berisi informasi penting tentang Hari Tuhan ketika Kristus datang kembali. Surat itu mendorong orang Kristen di segala usia untuk tidak pernah melupakan pengharapan kekal kita.

IV. 1 Timotius

Tiga surat berikutnya dikenal sebagai Surat-surat Pastoral karena surat-surat itu ditulis untuk mendorong dan mengajar para pendeta Timotius dan Titus. Paulus telah dibebaskan dari penjara tahun 62 M dan melanjutkan perjalanan penginjilannya yang keempat. Dia berada di Makedonia ketika dia menulis surat pertamanya kepada Timotius pada tahun 64 M dan mendesaknya untuk tetap di Efesus sebagai pendeta dari gereja di sana. Ide besarnya adalah bahwa pemimpin yang saleh harus hidup dengan saleh. Dia memberi tahu Timotius, “Meskipun saya berharap segera datang kepada Anda, saya menulis kepada Anda instruksi-instruksi ini agar, jika saya ditunda, Anda akan tahu bagaimana orang-orang harus berperilaku dalam rumah tangga Allah”
(1 Timotius 3:14-15). Surat ini adalah sebuah campuran instruksi tentang gereja dan hal-hal pribadi. Tujuannya adalah untuk mendorong dan menginstruksikan Timotius dalam pelayanannya. Dua masalah yang Paulus berikan perhatian khusus adalah guru-guru palsu dan pertanyaan-pertanyaan tentang kepemimpinan.

Surat ini sendiri tidak mudah untuk disusun menjadi sebuah garis besar karena Paul bergerak dari satu topik ke topik lain dan kemudian kembali ke masalah yang sebelumnya dia bicarakan. Dia juga mencampurkan diskusinya tentang aspek pribadi dan vokasi dari pelayanan pastoral di sepanjang buku ini. Dia mulai dengan memberi peringatan kepada Timotius untuk berurusan dengan guru-guru palsu dalam pasal 1. Pasal 2 dan 3 berisi petunjuk-petunjuk tentang kepemimpinan dan administrasi gereja. Kemudian di pasal 4, Paulus kembali ke topik tentang bagaimana menangani guru-guru palsu. Dalam pasal 5 dan 6, ia membahas sejumlah kebijakan gereja dan pertanyaan-pertanyaan perilaku.

Dua surat Paulus untuk Timotius adalah surat-suratnya yang paling pribadi. Dia memanggil Timotius sebagai “anakku yang sah dalam iman” (1 Timotius 1:2). Dia telah memimpin Timotius kepada Kristus dan dalam perjalanan misinya yang kedua mengundang Timotius untuk bergabung dengan tim perintisan jemaat. Hal tersebut mengawali sebuah pelayanan dan hubungan pribadi dan pelayanan yang terus berlangsung selama sisa kehidupan Paulus. Timotius adalah salah satu rekan Paulus yang paling tepercaya, dan juga teman terkasih. Dia disebut sebagai rekan pengirim dari enam surat Paulus. 1 Timotius memberi kita wawasan yang berharga mengenai pelayanan gereja dan kepemimpinan dan masih digunakan hari ini sebagai sebuah sumber daya untuk para pelayan.

V. 2 Timotius

2 Timotius ditulis beberapa tahun setelah 1 Timotius pada 66 atau 67 M. Paulus kembali ke penjara dan tahu bahwa waktunya terbatas. 2 Timotius adalah tuntunan terakhir Paulus untuk “anak dalam iman” kesayangannya. Surat itu memiliki dua tujuan utama. Pertama, Paulus meminta Timotius untuk bergabung dengannya di Roma. Ketika waktu keberangkatannya semakin dekat, dia ingin melihat murid mudanya lagi. Kedua, dia mendorong Timotius untuk menjadi kuat dalam pelayanannya. Dalam 1:7, dia mengatakan kepadanya, “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.” Dan dia mendorong Timotius untuk “Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi Injil-Nya oleh kekuatan Allah” (ay. 8). Dalam 2:1 dia menulis, “Sebab itu, hai anakku, jadilah kuat oleh kasih karunia dalam Kristus Yesus.” Dalam 2:15 ia menulis, “Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu.” Dalam surat pertamanya, ia memberi tahu Timotius agar “jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda”
(1 Timotius 4:12). Dengan meningkatnya penentangan terhadap gereja dan kehadiran para guru sesat, Paulus prihatin dengan keberanian dan kesejahteraan murid mudanya itu.

Paulus mengingatkan Timotius bahwa otoritas dan keyakinannya terletak dalam kesetiaannya kepada Firman Allah. Kunci keberanian dalam pelayanan adalah percaya “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2 Timotius 3:16-17). Itulah mengapa Paulus menulis, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” (4:1-2)!

Gagasan besar Paulus dalam 2 Timotius adalah bahwa kita harus kuat dan setia dalam pelayanan yang telah diberikan Allah kepada kita. Teladan pribadi Paulus tentang kekuatan dan kesetiaan mendorong Timotius dan jutaan pembaca selama berabad-abad untuk menjadi kuat.

Surat ini dimulai dengan hal-hal pribadi di mana Paulus mengungkapkan kepeduliannya akan kesejahteraan Timotius. Dalam pasal 2, dia menasihati Timotius mengenai tindak-tanduk pribadinya sebagai seorang pemimpin pelayanan. Dia memperingatkan Timotius bahwa masa-masa sulit akan datang pada hari-hari terakhir dan mendesaknya untuk tetap kuat dan setia kepada Firman Allah. Dia menutup surat itu di pasal 3-4 dengan permintaan-permintaan terakhirnya kepada Timotius.

2 Timotius adalah sebuah nasihat yang tepat pada waktunya kepada mereka yang melayani orang. Paulus mengingatkan kita bahwa otoritas kita tidak terletak dalam kebijaksanaan kita sendiri. Kita dapat berbicara dengan sangat berani dan penuh percaya diri ketika kita mendasarkan nasihat kita pada Firman Allah yang diilhamkan.

VI. Titus

Surat pastoral ketiga ditulis kepada murid-murid Paulus lainnya yang bernama Titus pada tahun 64 M. Paulus menulis untuk mengajarinya tentang melayani situasi sebuah gereja yang sangat sulit. Karena Paulus merujuk pada pelayanannya di berbagai kota di pulau Kreta, tampaknya ia mengawasi sejumlah gereja di sana. Paulus dan Titus telah membangun gereja-gereja ini beberapa saat setelah Paulus dibebaskan dari penjara, dan Paulus telah meninggalkan Titus di sana untuk “supaya engkau mengatur apa yang masih perlu diatur dan supaya engkau menetapkan penatua-penatua di setiap kota” (Titus 1:5).

Gagasan besar dari surat kepada Titus ini adalah menjadi setia kepada Allah dan Firman-Nya dalam melakukan sebuah pelayanan yang saleh. Tujuan Paulus adalah untuk menginstruksikan dan mendukung pekerjaan Titus. Kitab ini dibuka dengan instruksi kepada Titus tentang pengangkatan para penatua gereja (1:5-9) dan tentang berhadapan dengan guru-guru palsu (1:10-16). Dalam pasal 2, dia menginstruksikan Titus untuk melayani berbagai kelompok dalam gereja. Pasal 3 berisi peringatan-peringatan tentang pentingnyasebuah kehidupan yang saleh dan memberikan instruksi tentang bagaimana menjalani kehidupan seperti itu.

Paulus telah membawa Titus kepada Kristus dan menyebutnya sebagai “anakku yang sah menurut iman kita bersama” (Titus 1:4). Titus tidak disebutkan dalam Kisah Para Rasul, tetapi namanya muncul tiga belas kali dalam tulisan-tulisan Perjanjian Baru lainnya. Dia rupanya bekerja dengan Paulus di Efesus selama perjalanan penginjilan ketiga Paulus. Titus ditempatkan di Kreta oleh Paulus untuk mengatur segala sesuatunya dengan teratur. Dia memperingatkan Titus bahwa pelayanannya di Kreta sulit karena, “Karena sudah banyak orang hidup tidak tertib, terutama di antara mereka yang berpegang pada hukum sunat. Dengan omongan yang sia-sia mereka menyesatkan pikiran. Orang-orang semacam itu harus ditutup mulutnya, karena mereka mengacau banyak keluarga dengan mengajarkan yang tidak-tidak untuk mendapat untung yang memalukan. Seorang dari kalangan mereka, nabi mereka sendiri, pernah berkata: ‘Dasar orang Kreta pembohong, binatang buas, pelahap yang malas.’ Kesaksian itu benar. Karena itu tegorlah mereka dengan tegas supaya mereka menjadi sehat dalam iman” (1:10-13).

Kitab Titus memberikan informasi berharga tentang kepemimpinan dan manajemen gereja, terutama dalam situasi yang sulit. Titus mengingatkan kita bahwa kesulitan-kesulitan dalam pelayanan menuntut kualifikasi kesalehan tertinggi bagi mereka yang memimpin.

Tiga surat kepada para pendeta muda ini memperkuat fakta bahwa kualifikasi fundamental untuk kepemimpinan yang efektif dalam pelayanan adalah kualitas hidup pemimpin itu sendiri. Sebelum berpikir tentang bagaimana memimpin orang lain, para pemimpin harus memeriksa seberapa besar keinginan mereka untuk menjadi pengikut setia Tuhan kita.

VII. Filemon

Filemon adalah yang terakhir dari surat-surat Paulus. Surat ini, bersama dengan Efesus, Filipi, dan Kolose, salah satu dari Surat-surat Penjara. Filemon tinggal di Kolose dan merupakan seorang pemilik budak. Salah seorang budaknya, seorang pria bernama Onesimus, telah mencuri barang milik Filemon dan melarikan diri ke Roma. Dia bertemu dengan Paulus di sana dan menjadi seorang Kristen. Meskipun kematian adalah hukuman bagi para budak yang melarikan diri, Onesimus bersedia untuk kembali ke Filemon dengan taat pada tugas Kristennya. Dengan pemeliharaan Allah, Filemon adalah seorang Kristen dan merupakan salah satu dari teman Paulus. Paulus menulis surat ini kepada Filemon untuk membujuknya agar menerima Onesimus, “bukan lagi sebagai hamba, melainkan lebih dari pada hamba, yaitu sebagai saudara yang kekasih, bagiku sudah demikian, apalagi bagimu, baik secara manusia maupun di dalam Tuhan” (Filemon 1:16).

Paulus tidak mendukung atau mengutuk perbudakan dalam surat singkat ini. Itu adalah sebuah fakta legal masyarakat Romawi dan bukan fokus perhatian Paulus di sini. Fokusnya adalah untuk mengatasi sikap Filemon terhadap Onesimus. Dalam ayat 10-11, Paulus menulis, “Aku mengajukan permintaan kepadamu mengenai anakku yang kudapat selagi aku dalam penjara, yakni Onesimus--dahulu memang dia tidak berguna bagimu, tetapi sekarang sangat berguna baik bagimu maupun bagiku.” Gagasan besar Paul adalah bahwa di dalam Kristus kita semua sama. Surat itu memiliki tiga pergerakan. Paulus bersyukur kepada Allah atas persahabatan yang dia dan Filemon miliki bersama (1:1-7). Selanjutnya, dia meminta Filemon untuk mengampuni Onesimus dan menerimanya — bukan hanya sebagai budak, tetapi juga sebagai saudara dalam Kristus (1:8-16).

Akhirnya, Paulus meyakinkan Filemon bahwa jika dia tidak mau memaafkan utang Onesimus karena uang yang telah dicuri, Paulus akan membayarnya sendiri (1:17-25).

Filemon mengilustrasikan dampak kekristenan pada budaya waktu itu. Untuk menyatakan bahwa seorang pemilik budak memaafkan seorang budak yang melarikan diri dan memperlakukannya sebagai seorang saudara mengungkapkan transformasi ajaib yang dihasilkan Allah dalam kehidupan orang-orang melalui Injil. Hari hal tersebut memberikan sebuah peringatan yang kuat bahwa diskriminasi dan hierarki tidak memiliki tempat dalam gereja Allah.