Pelajaran 3, Kegiatan 2
Sedang berlangsung

Kuliah

Pelajaran Progress
0% Menyelesaikan
00:00 /

Zaman Raja-Raja (tahun 1050 – 586 Sebelum Masehi)

Pada akhir bagian sebelumnya, kita telah melihat bahwa Israel sedang merosot rohaninya, dalam kondisi anarki, dan dalam kondisi militer yang lemah. Orang Filistin telah berkuasa dan mengancam akan menelan orang Yahudi kota demi kota. Maka timbullah seruan meminta raja untuk mempersatukan Israel dan mengorganisasikannya untuk bertempur. Maka Samuel, nabi sekaligus hakim, mengurapi Saul sebagai raja Israel yang pertama.

Pemerintahan Saul selama 40 tahun bergejolak dan secara umum tidak efektif. Ia dihargai oleh rakyatnya karena perawakannya, namun ia sama sekali tidak memenuhi syarat untuk memerintah sebuah bangsa. Namun dalam kerajaannya ada seorang pemuda berkemampuan luar biasa bernama Daud. Bahkan sebelum Daud naik takhta, ia sudah menawan hati rakyat dengan membunuh Goliat, raksasa Filistin, dan dengan sepak-terjang militer maupun pribadinya. Secara bertahap Saul kehilangan penguasaan atas dirinya maupun atas kerajaannya, dan ketika ia tewas dalam pertempuran, Daud menjadi raja.

Daud segera menaklukkan orang Filistin dan mulai mencaplok bangsa-bangsa sekitar. Israel bertumbuh dalam kekayaan, kekuatan militer, dan pengaruh. Daud berhasil mempersatukan wilayah utara dengan selatan, merebut Yerusalem dan menjadikannya ibukotanya, serta mendorong ibadah kepada Allah di seluruh penjuru negri. Dialah raja Israel yang terbesar.

Namun ada satu kehormatan yang tidak diberikan kepada Daud. Allah tidak mengizinkan dia membangun bait suci. Hal itu dilaksanakan oleh Salomo, anak sekaligus ahli waris takhta Daud. Israel mencapai puncak kejayaannya pada waktu pentahbisan bait suci luar biasa yang dibangun Salomo tersebut. Namun karena Salomo juga, bangsa Israel mulai merosot. Salomo membawa banyak istri dan selir dari banyak negri, dan mereka membawa agama-agama palsu mereka. Salomo hidup mewah, memboroskan kekayaan bangsa. Salomo tidak mempersiapkan masa depan. Maka ketika Salomo wafat, wilayah utara memisahkan diri di bawah Yerobeam, hamba Salomo, dan membentuk sebuah bangsa yang independen. Ketika Salomo wafat, rakyatnya datang kepada Rehabeam, sang putra mahkota, dengan himbauan:

“Ayahmu telah memberatkan tanggungan kami, maka sekarang ringankanlah pekerjaan yang sukar yang dibebankan ayahmu dan tanggungan yang berat yang dipikulkannya kepada kami, supaya kami menjadi hambamu” (1 Raja-Raja 12:4).

Namun Rehabeam menolak, maka bangsanya terpecah. Kerajaan di Utara, yang raja pertamanya adalah Yerobeam, memisahkan diri. Para penguasanya serta banyak dari rakyatnya menyembah berhala-berhala di negri tersebut. Di Yehuda, Kerajaan di Selatan, terdapat beberapa raja yang baik. Yang menarik, kedua bangsa ini belakangan membentuk suatu aliansi politik untuk memerangi Aram dan belakangan Asyur. Diadakanlah perkawinan campur kerajaan, sehingga orang-orang fasiklah yang memerintah kedua negri ini: di Israel, keluarga Omri; di Yehuda, Atalia yang fasik. Zaman raja-raja ini juga merupakan zaman nabi-nabi. Nabi-nabi ini memenuhi maksud ganda berikut:

  • Mendeklarasikan – Mereka menunjukkan dosa yang berlangsung di negri dan menyerukan pertobatan.
  • Meramalkan – Mereka memandang jauh ke depan melampaui zaman kegagalan Israel, hingga datangnya Mesias Israel serta diteguhkannya Kerajaan-Nya.


Pada hari-hari berikutnya, Allah membangkitkan sejumlah nabi untuk memaklumkan kebenaran-kebenaran-Nya dan untuk menyerukan agar bangsa ini kembali kepada-Nya. Sebagian nabi ini berbicara kepada Israel, sebagian berbicara kepada Yehuda, dan ada juga yang berbicara kepada penguasa-penguasa asing.

Akhirnya tibalah hari penghakiman Allah. Kedua bangsa ini membusuk dari dalam, dan masing-masingnya dikalahkan oleh kekuatan dari luar yang dahsyat. Kerajaan di Utara jatuh di tangan Asyur yang kejam pada tahun 722 Sebelum Masehi. Rakyatnya dipaksa kawin campur dengan tawanan-tawanan lainnya, sehingga segera kehilangan identitas etnis, politik, serta agamanya.

Kerajaan di Selatan bertahan 150 tahun lagi, dengan tanda-tanda kemuliaan seperti selama pemerintahan Azarya dan Yosia. Akhirnya Kerajaan di Selatan ini jatuh di tangan Nebukadnezar, raja Babel, pada tahun 586 Sebelum Masehi.

Melihat Allah. Sementara kita mempelajari periode raja-raja Israel, kita melihat Allah berkarya dengan cara-cara yang membantu kita lebih mengenal Dia. Salah satu contohnya adalah pengurapan Daud sebagai raja serta sepak-terjangnya sebelum ia naik takhta (1 Samuel 16 – 31). Kita temukan bahwa:

  • Terkadang Allah memakai perantara untuk memanggil orang-orang ke tempat-tempat pelayanan khusus (16:1-13).
  • Pilihan-pilihan Allah tidaklah selalu didasarkan pada penampilan lahiriah (16:7).
  • Allah mampu menjadikan yang terakhir menjadi yang terdahulu (16:11).
  • Allah memakai orang yang diurapi-Nya untuk menggulingkan orang-orang yang perkasa di mata manusia (bab 17).
  • Allah lebih menghargai kehidupan daripada ritual (bab 21).
  • Allah memberi kita kasih karunia untuk berbelas kasihan terhadap musuh-musuh kita (bab 24, 26).
  • Terkadang Allah memakai orang jahat untuk mencapai maksud-maksud-Nya (bab 31).


Melihat Diri Sendiri. Zaman raja-raja Israel juga memperlihatkan diri kita sendiri. Amati bagaimana insiden-insiden berikut menggemakan karya Allah di zaman kita sendiri.

  • Dalam amarah Saul karena cemburu, kita melihat iri hati kita sendiri terhadap mereka yang menggantikan kita (1 Samuel 18 – 19).
  • Dalam doa Hana yang tulus meminta anak, kita melihat hasrat kita sendiri akan berkat Allah (1 Samuel 1 – 2).
  • Dalam perkataan Mazmur 1, kita melihat jalan kita sendiri menuju berkat.
  • Dalam Mazmur 32, kita mendengar seruan kita sendiri memohon pengampunan.
  • Dalam Mazmur 100, kita menemukan perkataan bagi perasaan kita sendiri memuji Tuhan.
  • Dalam Pengkhotbah, kita menemukan ekspresi bagi pergumulan kita sendiri dengan kesan sia-sia (1:2).
  • Dalam sikap Elia yang melarikan diri dari Izebel, kita melihat iman kita sendiri yang goyah di hadapan lawan yang kuat (1 Raja-Raja 19).
  • Dalam kesembuhan Hizkia, kita melihat kebutuhan kita sendiri akan kesembuhan yang hanya dapat diberikan oleh Allah seorang (2 Raja-Raja 20).
  • Dalam sikap Zedekia yang tidak menggubris para nabi, kita melihat sikap kita sendiri tidak mau mengindahkan Firman Allah (2 Tawarikh 36:11-14).


Pembuangan (tahun 586 – 400 Sebelum Masehi)

Untungnya, kisah Perjanjian Lama tidaklah berakhir dengan Yerusalem dalam reruntuhan serta penduduknya dibuang ke Babel. Melainkan, kisahnya berakhir dengan kepulangan orang Yahudi ke Yerusalem, pembangunan kembali tembok-tembok Yerusalem, serta pemulihan bait suci di Yerusalem. Kisahnya juga menceritakan kelahiran kembali orang Yahudi secara rohani serta kesediaan mereka untuk mempercayai tuntunan Allah.

Periode Pembuangan sesungguhnya meliput dua subjek: (1) pembuangan di Babel, serta (2) kepulangan ke Yerusalem. Dua bangsa yang berbeda memerintah orang Yehuda dalam pembuangan. Secara bertahap Babel runtuh dan pada tahun 536 Sebelum Masehi (50 tahun setelah orang Yahudi dibuang), kerajaan Mesia-Persia menggantikannya dalam menaklukkan Yehuda. Koresh sang penguasa baru, mengizinkan orang Ibrani pulang ke negri mereka. Di bawah Zerubabel, 42.360 orang Yahudi menempuh perjalanan jauh kembali ke Yerusalem dan langsung bekerja untuk membangun bait suci kembali.

Ditentang dalam proyek mereka oleh orang Samaria, mereka menjadi berkecil hati. Pembangunan kembali bait suci terhenti selama kira-kira 10 tahun, dan mereka merosot ke dalam sikap berpuas diri secara rohani. Namun khotbah Hagai dan Zakharia, dan juga tuntunan rohani Ezra, menyebabkan mereka melanjutkan kembali proyek mereka. Mereka merampungkan bait sucinya pada tahun 515 Sebelum Masehi.

Kira-kira 50 tahun kemudian, Nehemia, masih di Babel, merasakan keprihatinan besar tentang orang Yahudi di Yerusalem. Sebagai salah seorang hamba penting Raja Artahsasta, Nehemia mampu mendekati sang raja untuk meminta izin memimpin suatu prosesi pulang ke Yerusalem untuk membangun kembali tembok-tembok Yerusalem. Izin diberikan dan pendanaan disediakan. Dalam waktu sangat singkat tembok-tembok Yerusalem rampung dibangun kembali.

Setelah 12 tahun, Nehemia kembali ke istana Babel. Selama ia tidak hadir, penduduk Yerusalem serta para imam lagi-lagi menempuh jalan mereka yang jahat. Maka dibangkitkanlah nabi Maleakhi untuk menunjukkan dosa-dosa mereka serta memperingatkan mereka tentang penghakiman Allah.

Melihat Allah. Sementara kita membaca tentang surat ketetapan yang dikeluarkan oleh Koresh dalam Ezra 1, kita mengamati kebenaran-kebenaran berikut tentang Allah:

  • Dalam sikap Babel membiarkan sebuah bangsa memelihara identitas etnis serta agamanya, kita melihat Allah berkarya melindungi umat-Nya.
  • Dalam pembuangan, kita melihat kemampuan Allah untuk menggerakkan sebuah bangsa untuk mencapai maksud-maksud-Nya.
  • Dalam surat ketetapan yang dikeluarkan oleh Koresh, kita melihat kuasa Allah untuk mengarahkan pikiran seorang pemerintah yang berkuasa.
  • Dalam penyediaan bahan-bahan untuk membangun, kita melihat kuasa Allah untuk menyediakan.
  • Dalam kepulangan orang Yahudi, kita melihat komitmen Allah terhadap perjanjian-perjanjian-Nya serta nubuat-nubuat-Nya.
  • Dalam kepulangan Israel, kita melihat bagaimana Ia ditinggikan di antara bangsa-bangsa.


Melihat Diri Sendiri. Kita dapat melihat diri kita sendiri dalam zaman pembuangan serta kepulangan dalam hal-hal yang mewakili berikut ini:

  • Dalam pembuangan Israel, kita melihat keterasingan kita sendiri dari Allah karena dosa.
  • Dalam kepulangan orang Yahudi kepada iman, kita melihat bagaimana kita sendiri lari kepada Allah di masa-masa pendisiplinan.
  • Dalam surat ketetapan yang dikeluarkan oleh Koresh dan Darius, kita mengenali tangan Allah mengarahkan urusan-urusan kita.
  • Dalam kebesaran hati Ester, kita melihat potensi kita sendiri untuk melakukan perbuatan-perbuatan iman yang setia (Ester 8).
  • Dalam ketakutan orang-orang buangan yang telah pulang ke Yerusalem terhadap oposisi, kita melihat diri sendiri gemetar di hadapan lawan-lawan Allah (Ezra 4).
  • Dalam penghentian pembangunan kembali bait suci, kita melihat lemahnya tekad kita sendiri (Ezra 4).
  • Dalam kebesaran hati Daniel, kita melihat potensi kita sendiri untuk mempertahankan keyakinan-keyakinan kita (Daniel 1, 6).
  • Dalam pengharapan Israel akan sang Mesias, kita melihat ekspektasi kita sendiri akan kedatangan-Nya kembali.