Pelajaran 2, Kegiatan 2
Sedang berlangsung

Kuliah

Pelajaran Progress
0% Menyelesaikan
00:00 /

Tahapan Permulaan (? – 1440 Sebelum Masehi)

Alkitab dibuka dengan kata-kata, “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Dua bab pertama dari kitab Kejadian menceritakan bagaimana Allah menjadikan dunia dalam waktu enam hari dan berhenti bekerja pada hari ketujuh.

Mahkota ciptaan adalah umat manusia. Adam, manusia yang pertama, ditempatkan di dalam sebuah taman sorga yang disebut Eden, di mana ia harus mengurus taman tersebut. Binatang-binatang diciptakan berpasangan, namun Adam masih sendirian. Maka Allah menjadikan seorang wanita baginya dan menyuruh mereka beranak-cucu serta memenuhi bumi.

Taman Eden diciptakan untuk mereka nikmati – dengan satu pengecualian. Mereka dilarang makan dari sebuah pohon yang disebut “pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.” Namun Hawa takluk kepada godaan Satan, lawan Allah, dan makan buah terlarang tersebut. Demikian pula Adam, maka mereka jatuh ke dalam dosa. Dari taman tersebut mereka dihalau: Hawa untuk mengalami dukacita dan kesakitan pada waktu bersalin,9 Adam kepada kerja keras seumur hidup untuk menghasilkan makanan dari bumi.

Dosa telah memasuki ras manusia dan kemudian menjadi bagian dari seluruh umat manusia. Namun Allah menjanjikan keselamatan lewat keturunan perempuan dan menggambarkan keselamatan itu lewat menyediakan pakaian dari kulit binatang.

Maka Adam dan Hawa mulai hidup di luar taman tersebut. Tragedi kejatuhan manusia ke dalam dosa didemonstrasikan tidak lama setelah itu ketika salah seorang anak Adam dan Hawa, yaitu Kain, membunuh Habel, adiknya sendiri. Sementara ras manusia bertambah jumlahnya, mereka menjadi semakin fasik saja.

Akhirnya Allah membinasakan mereka dalam sebuah air bah. Hanya Nuh yang menemukan kasih karunia di mata Allah, dan lewat membangun sebuah bahtera Nuh beserta keluarganya selamat.

Dari kedelapan orang itu, ras manusia kembali beranak-cucu. Di Babel, manusia berupaya menantang Allah dengan membangun sebuah menara yang tinggi menjulang ke langit, namun Allah menyerakkan mereka dan memberi mereka bahasa yang berbeda-beda.

Kejadian 12 menandai perubahan dalam cara Allah berurusan dengan manusia. Tuhan memilih satu orang, yaitu Abram, yang tinggal di kota Ur Kasdim, dan menetapkan dia dan keturunannya sebagai umat khusus-Nya. Allah mau menyatakan diri-Nya melalui mereka. Nama Abram diganti menjadi Abraham, dan ia diinstruksikan untuk menempuh perjalanan ke sebuah negri yang akan Allah nyatakan kemudian kepadanya. Negri itu adalah Palestina, dan Allah memberikannya kepada Abraham dan anak-anaknya selamanya.

Abraham dan keturunannya – Ishak, Yakub, dan Yusuf – hidup berpindah-pindah, persis seperti suku Bedouin sekarang ini. Tempat tinggal mereka hanyalah tenda. Mereka memelihara ternak dan domba. Ikatan keluarga mereka kuat, dengan anggota lelaki tertua yang masih hidup berfungsi sebagai sesepuh sekaligus imam keluarga.

Lama tampaknya Abraham akan meninggal tanpa anak – terlepas dari janji Allah. Namun pada usia tua mereka, Abraham dan Sarah mendapatkan seorang anak lelaki secara mujizat – yaitu Ishak. Yakub anak Ishak melanjutkan keluarga mereka dengan 12 anak lelaki, yang kemudian menjadi kepala-kepala suku Israel. Keluarga mereka tinggal di Palestina hingga kelaparan mendorong mereka ke Mesir. Yusuf, salah seorang dari ke-12 anak Israel, telah menjadi terkemuka di Mesir, dan kemudian menjadi pelindung sekaligus penderma mereka.

Keluarga mereka tinggal di Mesir selama 430 tahun dan cepat beranak-cucu. Namun secara bertahap mereka diperbudak. Masa depan keluarga mereka, yang sekarang sudah cukup besar untuk membentuk sebuah bangsa, terancam oleh perintah kerajaan agar semua anak lelaki Ibrani dibunuh. Allah memanggil seorang bernama Musa, yang sempat dibesarkan di istana Firaun, untuk memimpin Israel kepada kebebasan.

Setelah kontes sengit dengan Firaun, mereka berbaris menyeberangi Laut Merah (yang Allah belah secara mujizat) ke padang gurun, menuju ke Kanaan, Tanah Perjanjian.

Dalam perjalanan, Musa menerima Hukum Allah di Gunung Sinai, dan juga petunjuk-petunjuk untuk membangun sebuah kemah ibadah. Mereka tiba di ujung Kanaan dan mengutus dua belas pengintai. Namun kebesaran hati yang mereka miliki ketika mengkonfrontasikan Firaun, hilang, dan mereka tidak mau melaksanakan upaya menaklukkan Tanah Perjanjian itu. Karena ketidak-percayaan mereka, Allah menghukum mereka mengembara 40 tahun lamanya di padang gurun hingga seluruh angkatan mereka meninggal.

Sementara kelima kitab pertama Perjanjian Lama (Pentateukh) berakhir, Israel berkumpul di tepi Sungai Yordan. Musa, pemimpin besar mereka, telah tiada; namun Yosua, seorang pemimpin baru, siap memimpin mereka masuk ke dalam Kanaan.

Melihat Allah. Sekarang kita telah mengulas sejarah yang tercatat dalam Pentateukh, marilah kita kembali meninjau. Ingatlah, sasaran kita bukanlah sekadar mengetahui kisah Alkitab melainkan mengenal Allah di balik kisahnya – dan untuk melihat diri sendiri dalam hubungannya dengan Dia. Kelima kitab yang pertama sarat dengan informasi yang membantu kita mengenal Allah, jadi marilah kita pelajari salah satu insiden yang mewakili: kisah Nuh dalam Kejadian 6 – 8. Sementara Saudara membaca catatan tentang penyelamatan Nuh dari air bah, Saudara akan melihat kebenaran-kebenaran ini tentang Allah:

  • Ia adalah Allah yang harus kita takuti.
  • Ia mampu menciptakan sekaligus membinasakan.
  • Ia sabar terhadap orang berdosa, namun kesabaran-Nya ada batasnya.
  • Ia bukan saja pengasih dan pemurah; Ia juga Allah pecinta kebenaran, keadilan, sekaligus bisa marah.
  • Ia prihatin tentang apa yang sedang terjadi di dunia-Nya.
  • Ia memegang kendali mutlak atas ciptaan-Nya.
  • Ia berkuasa menginterupsi sejarah.
  • Ia adalah Allah pemberi permulaan baru.
  • Ia menyelamatkan mereka yang percaya kepada-Nya.
  • Ia membuat dan memegang janji-janji.

Melihat Diri Kita Sendiri. Dalam bab-bab awal kitab Kejadian, kita diberitahu tentang keputusan Adam dan Hawa untuk tidak mentaati Allah. Dalam perbuatan tersebut kita melihat kekeras-kepalaan kita sendiri dan ketidak-seganan kita untuk melanggar perintah-perintah-Nya. Berikut adalah beberapa cara lain kita bisa melihat diri kita sendiri dalam kelima kitab pertama dari Perjanjian Lama dan dalam kitab Ayub:

  • Dalam kecemburuan Kain, kita melihat kecenderungan kita sendiri untuk berkompetisi (Kejadian 4:5).
  • Dalam kebutuhan Nuh akan sebuah bahtera keselamatan, kita melihat kebutuhan kita sendiri untuk diselamatkan dari penghakiman Allah (Kejadian 6 – 8).
  • Dalam iman Abraham dalam mengikut Allah, kita melihat potensi kita sendiri untuk percaya (Kejadian 12).
  • Dalam siasat Yakub, kita melihat kecenderungan kita sendiri untuk percaya kepada diri sendiri (Kejadian 25, 27).
  • Dalam kemurahan Yusuf terhadap saudara-saudaranya, kita melihat tanggung jawab kita sendiri untuk mengampuni (Kejadian 42 – 45).
  • Dalam ketidak-sediaan Israel untuk memasuki Kanaan, kita melihat kelemahan kita sendiri dalam iman (Keluaran 14).
  • Dalam respons Ayub terhadap penderitaan, kita melihat perasaan kita sendiri ketika segalanya berbalik melawan kita (Ayub 3).

Tahapan Pemukiman (tahun 1440 – 1050 Sebelum Masehi)

Ketika bagian “Permulaan” berakhir, Israel berada di tepi Sungai Yordan, siap menyerbu Palestina. Musa, pemimpin Israel, telah tiada; namun Allah telah membangkitkan Yosua, seorang pemimpin baru, untuk membawa umat-Nya ke dalam Kanaan. Hambatan mereka yang pertama adalah Sungai Yordan. Berjalan di belakang Tabut Perjanjian, keseluruhan bangsa ini bergerak maju. Ketika kaki para imam yang mengusung Tabut Perjanjian menyentuh sungai, airnya “tertahan” dan bangsa ini menyeberang ke dalam tanah yang dijanjikan kepada Abraham.

Langsung di hadapan mereka adalah Yerikho, sebuah kota bertembok dan berkubu. Oleh mujizat, temboknya roboh dan kota ini ditaklukkan. Setelah penundaan singkat di Ai karena dosa Akhan, tentara ini berbaris memasuki Kanaan. Dalam perang militer yang brilian, mereka menaklukkan sebagian besar Tanah Perjanjian. Suku-suku mereka bermukim di wilayah-wilayah yang dialokasikan kepada mereka oleh Allah, dipimpin oleh para pemimpin suku. Kota-kota yang mereka taklukkan menjadi kubu suku dan mereka menjadi pengrajin, petani, dan gembala. Setelah Yosua tiada, suku-suku mereka menjadi semakin mandiri. Pemerintahan sentral hampir tidak ada. Hakim-hakim bangkit untuk memberikan kepemimpinan regional – orang-orang seperti Otniel, Gideon, Yefta, dan Simson – namun kondisi-kondisi pada umumnya memburuk hingga Israel berada dalam kondisi anarki. Kita diberitahu bahwa “semua orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri.”

Alkisah sebuah kisah asmara yang indah tentang Rut, seorang janda Moab dari seorang pria Israel, yang diselamatkan dari kemiskinan oleh Boas. Karena Boas adalah seorang sanak saudara lewat Naomi ibu mertuanya, Boas bisa menikahi Rut dan oleh karenanya membeli kembali tanah suaminya sebagai pusakanya.

Memasuki abad ke-10, suku-suku Israel terancam oleh orang Filistin. Simson sempat menahan mereka sebentar, namun setelah kematian Simson, bahayanya meningkat. Perlunya suku-suku ini menggabungkan kekuatan menjadi nyata.

Melihat Allah. Sementara kita menengok ke belakang, ke periode pemukiman Israel, kita dapat melihat Allah dengan cara yang akan membantu kita lebih mengenal Dia. Misalnya, kalau Saudara baca catatan tentang Israel menyeberangi Sungai Yordan (Yosua 3 – 4), Saudara dapat mengamati kebenaran-kebenaran ini tentang Allah:

  • Ia memegang janji-janji-Nya.
  • Ia memberikan petunjuk kepada umat-Nya (3:8).
  • Ia berjanji akan menyertai mereka yang bergerak maju bersama-Nya (3:7).
  • Ia mendukung pemimpin-pemimpin yang ditunjuk-Nya (3:7).
  • Ia berkuasa untuk mengubah hambatan berat menjadi jalan yang aman (3:15).
  • Ia menyatakan hadirat-Nya (3:15-16).
  • Ia berkuasa mengendalikan alam (3:15-16).
  • Ia mau perbuatan-perbuatan dahsyat-Nya diingat dan diceritakan kembali kepada anak-anak kita (4:1-7).
  • Ia mau bangsa-bangsa mengenal keperkasaan-Nya
    (4:21-24).

Melihat Diri Kita Sendiri. Orang di zaman dulu sangat mirip dengan kita. Renungkan misalnya, yang berikut:

  • Dalam penegasan tentang panggilan Yosua, kita melihat kebutuhan kita sendiri akan kepastian (Yosua 1 – 2).
  • Dalam dosa Akhan mengingini kekayaan, kita melihat ketamakan kita sendiri (Yosua 7).
  • Dalam guntingan bulu domba Gideon, kita melihat hasrat kita sendiri akan komunikasi yang kelihatan dari Allah (Hakim-Hakim 6).
  • Dalam sumpah Yefta, kita melihat kegegabahan kita sendiri tawar menawar dengan Allah (Hakim-Hakim 11).
  • Dalam situasi sulit Rut, kita melihat kebutuhan kita sendiri akan kerabat penebus (Rut 4).
  • Dalam kemerosotan Israel yang terus menerus ke dalam dosa, kita dapat menelusuri pengalaman rohani kita sendiri.