Pelajaran 4, Kegiatan 2
Sedang berlangsung

Kuliah

Pelajaran Progress
0% Menyelesaikan
00:00 /

Bagaimana para pengikut mengetahui tentang Kenyataan Tertinggi yang diklaim oleh agama Hindu dan Buddha, Allah Islam, atau Yahweh dari Yahudi-Kristen? Ke mana mereka akan pergi untuk mempelajari prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang digunakan untuk hidup? Di mana mereka menemukan sebuah sumber berotoritas untuk jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mereka tentang makna hidup dan misteri apa yang terjadi setelah kematian? Setiap agama memiliki jawaban sendiri untuk pertanyaan-pertanyaan ini.

Pandangan Hindu tentang Kitab-Kitab Suci

Setiap sekte dalam agama Hindu memiliki kitab sakralnya sendiri. Namun, semuanya memuja sebuah koleksi dari empat kitab yang disebut Weda. Kitab-kitab ini mencerminkan perkembangan sistem kepercayaan Hindu selama periode 1400-500 SM. Banyak orang Hindu juga melihatnya sebagai serangkaian tulisan suci yang ditulis dalam bahasa Sanskerta selama abad pertama Masehi.

Untuk mengajarkan perilaku yang benar, ajaran Hindu menyajikan konsep Darma. Sarjana Sri Lanka, Vinoth Ramachandra, menjelaskan bahwa Darma “kemudian dipahami sebagai prinsip harmoni alam semesta yang meliputi semua hal . . . . Dengan demikian, ia menjadi sebuah ideologi yang mencakup semua, yang meliputi ritual dan perilaku moral” (Faiths in Conflict? hal .65).

Hinduisme pada dasarnya bukan sebuah sistem etika. Dorongan utamanya difokuskan pada seperangkat aturan ritual yang diambil dari tulisan-tulisan suci mereka. Orang Hindu dilahirkan dalam sebuah kelompok sosial atau kasta tertentu, dan menghabiskan hidup mereka dalam kasta ini. Mereka harus mematuhi ritual pemurnian khusus yang ditentukan untuk kelompok sosial mereka.

Wahyu Hindu memberikan standar moral yang berbeda untuk kasta yang berbeda. Apa yang tidak bermoral untuk satu kasta dapat diizinkan untuk yang lain.

Kitab suci Hindu mendorong perilaku moral melalui hukum retribusi (prinsip karma) yang dikombinasikan dengan ajaran reinkarnasi. Jika seseorang menjalani kehidupan yang baik, kehidupan selanjutnya akan lebih baik daripada yang ini. Jika seseorang tidak hidup dengan baik dalam kehidupan ini, selanjutnya akan lebih buruk. Keyakinan ini adalah kekuatan pendorong yang mendorong umat Hindu untuk hidup sesuai dengan prinsip mereka sendiri.

Pandangan Buddha tentang Kitab-Kitab Suci

Agama Buddha didirikan berdasarkan ajaran Siddhartha Gautama, yang wafat antara 500 dan 350 SM pada usia 80 tahun. Dia tidak meninggalkan tulisan, tetapi ajarannya dimasukkan ke dalam bentuk tertulis oleh berbagai kelompok pengikutnya pada abad ketiga dan kedua SM. Pada tahun-tahun awal setelah kematian Buddha, sebagian besar pengikutnya menyebut diri mereka Buddha Theravada. Akan tetapi kelompok baru, Mahayana, berkembang selama abad kedua setelah Kristus. Mereka telah menghasilkan sejumlah besar kitab suci berdasarkan catatan perkataan Sang Buddha.

Oleh karena itu, tidak ada satu buku atau koleksi buku yang dianggap sakral atau otoritatif oleh setiap cabang agama Buddha.

Hal ini tidak mengejutkan. Sang Buddha melihat meditasi sebagai jalan menuju pencerahan. Dia tidak bicara tentang keberadaan Allah yang berpribadi. Secara filosofis, agama Buddha tidak membuat perbedaan tajam antara yang baik dan yang jahat, karena segala sesuatu yang ada dan terjadi adalah bagian dari realitas pamungkas yang sama.

Namun Buddhisme telah mengembangkan sebuah sistem etika tinggi yang bertujuan meminimalkan rasa sakit yang tak terelakkan dalam hidup, yang disebut “Empat Kebenaran Mulia”:

1. Hidup pada dasarnya terdiri dari kekecewaan dan penderitaan.

2. Kebanyakan penderitaan adalah hasil dari hasrat kita untuk kesenangan, kekuatan, dan keberadaan yang berkelanjutan.

3. Untuk mengalami lenyapnya penderitaan dan kesakitan, kita harus meninggalkan keinginan kita.

4. Cara untuk menghentikan keinginan adalah dengan mengikuti “Jalan Utama Berunsur Delapan.”

  • Cara pandang yang benar
  • Niat yang benar
  • Ucapan yang benar
  • Tindakan yang benar
  • Mata pencaharian yang benar
  • Usaha yang benar
  • Kesadaran yang benar
  • Konsentrasi yang benar

Banyak ucapan yang dikaitkan dengan Buddha dan dicatat dalam Dhammapada yang suci patut dipuji. Misalnya, “Dia yang bermeditasi dengan sungguh-sungguh, dia yang murni dalam perilaku dan memerhatikan setiap tindakan, dia yang menahan diri dan lurus dalam hidupnya, nama baik orang seperti itu akan bertambah.” “Siapa yang mencari kesejahteraannya sendiri dengan melukai orang lain, ia terjerat dalam kebencian, dan tidak mendapatkan kebebasan.”(Handbook of Today’s Religions, 313).

Banyak standar moral yang dikaitkan dengan Buddha telah membuat para pengikutnya mengatakan bahwa keyakinan mereka telah mengubah hidup mereka. Mereka percaya bahwa mereka telah dibuat lebih baik dengan berpegang pada sebuah filsafat yang membantu mereka menghindari rasa sakit pribadi.

Sebagai sebuah sistem pemikiran, agama Buddha dihargai oleh banyak orang yang cerdas dan berpikiran tinggi: membantu mereka mengabaikan sisi gelap mereka—egois dan kesombongan yang menimpa kita semua—juga memotivasi orang-orang semacam itu untuk mengarahkan diri mereka pada perilaku yang baik. Beberapa telah memberikan kesaksian yang menggebu-gebu mengenai pengalaman religius yang mendalam ketika mengikuti “Empat Kebenaran Mulia.”

Pandangan Islam tentang Kitab-Kitab Suci

Iman Muslim didasarkan pada serangkaian “wahyu” yang menurut Muhammad mulai diterimanya sekitar tahun 610 M. Setelah diyakinkan bahwa wahyu-wahyu ini tidak datang dari roh-roh jahat, ia mulai berkhotbah dan para muridnya menghafalnya. Dia sendiri tidak membaca atau menulis, tetapi orang lain yang menaruh isi “wahyu-wahyu” ini ke dalam bentuk tertulis setelah dia meninggal.

Orang Muslim percaya bahwa “wahyu” ini adalah pernyataan kata demi kata dari “Induk Kitab” surgawi. Mereka melihat kitab asli surgawi ini sebagai model dari Alquran duniawi.

Kitab itu ditulis dalam bahasa Arab, dan tidak diakui sebagai inspirasi ketika diterjemahkan ke bahasa lain. Mereka menyebutnya kitab mukjizat, percaya bahwa Alah begitu membimbing orang-orang yang menghafal apa yang dikatakan Muhammad dan mereka yang menyusunnya sehingga salinan Arab sempurna.

Orang-orang Muslim sangat menghormati Alquran sehingga mereka sering menyebutnya sebagai Firman yang kekal (sebuah istilah alkitabiah yang diterapkan pada Yesus Kristus dalam Kitab Suci Perjanjian Baru).

Islam mengajarkan bahwa sebelum Muhammad datang, Allah telah membuat diri-Nya dan kehendak-Nya diketahui melalui para nabi. Ia memandang banyak tokoh Alkitab terkemuka sebagai para pembawa pesan Allah. Akan tetapi Muhammad adalah yang terbesar, pembawa pesan terakhir Allah.

Alquran sedikit lebih kecil dari Perjanjian Baru dan dibagi menjadi 114 bab yang disebut sura. Ajarannya sering mencerminkan ajaran Alkitab. Bahkan menceritakan beberapa kisah yang sama, dengan beberapa perubahan. Orang-orang Muslim percaya bahwa Alkitab yang diberikan kepada Musa dan nabi-nabi lain menghormati Allah, tetapi bahwa dalam bentuknya yang sekarang, ia dirusak oleh korupsi Yahudi dan Kristen.

Mereka menyajikan bukti mereka untuk inspirasi unik dari Alquran dengan mengarahkan perhatian mereka kepada keindahan sastra, nubuat yang digenapi, akurasi ilmiahnya, dan kekuatannya untuk mengubah kehidupan orang-orang yang membacanya.

Umat Islam percaya bahwa Allah telah menetapkan standar moral absolut. Standar-standar ini umumnya tinggi, sering kali hampir mencerminkan wahyu alkitabiah.

Umat Muslim percaya bahwa sesuatu itu benar atau salah tergantung pada kehendak dan keputusan Allah.

Agar konsisten dengan iman mereka, mereka berusaha untuk tidak bertanya mengapa ada sesuatu yang dilarang atau dituntut. Mereka percaya Allah memiliki hak untuk memutuskan apa yang benar atau salah, berdasarkan kehendak-Nya sendiri.

Oleh karena itu, umat Islam menekankan untuk mematuhi dan tunduk kepada Allah lebih dari sekadar merenungkan hubungan pribadi dengan-Nya.

Orang Muslim memandang Allah sebagai seorang tuan, tetapi bukan sebagai seorang ayah.

Pandangan Yahudi-Kristen tentang Kitab-Kitab Suci

Baik orang Yahudi maupun Kristen percaya bahwa Allah telah menyatakan diri-Nya di dalam Alkitab melalui perbuatan-perbuatan dan kata-kata yang diilhami secara historis. Orang-orang Kristen juga percaya bahwa Allah telah menyatakan diri-Nya dengan sangat di dalam pribadi Yesus Kristus, yang berkata, “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (Yoh. 14:9). Jika kita ingin tahu seperti apa Allah itu, kita hanya perlu melihat Yesus untuk melihat apa yang Dia lakukan dan dengar apa yang Dia katakan.

Catatan Perjanjian Lama terungkap dalam sebuah konteks waktu dan tempat yang nyata. Para penulis dan nabi-Nya menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang berbicara atas nama Allah.

Pandangan Yahudi-Kristen adalah bahwa orang-orang ini dipilih di bawah bimbingan Roh Kudus. Pesan-pesan mereka diteruskan selama berabad-abad dalam salinan-salinan tulisan tangan. Dengan menggunakan salinan-salinan seperti itu, sekelompok cendekiawan Yahudi pada abad ke-8 dan ke-9 M menghasilkan “teks Masoretik” dari Perjanjian Lama.

Keakuratan penulisan dari salinan-salinan naskah ini secara tak terduga telah diteguhkan oleh Gulungan-Gulungan Laut Mati yang terkenal, yang mencakup sebuah salinan Yesaya bertanggal sekitar 125 hingga 100 SM. Salinan itu sejalan dengan teks Masoretik. Penyalinan selama 800 tahun lebih dari naskah Yesaya yang baru ditemukan ini hingga produksi teks Masoretik sungguh luar biasa akurat.

Hal ini membenarkan apa yang dipertahankan oleh banyak cendekiawan Yahudi dan Kristen: bahwa para ahli Taurat bersusah payah untuk memelihara sebuah teks yang murni.

Perjanjian Baru juga terkait dengan orang-orang dan peristiwa-peristiwa bersejarah dan telah direkam jauh sebelum akhir abad pertama.

Tidak ada satu pun naskah asli yang ditemukan, tetapi salinan tulisan tangan dari semua atau bagian dari Perjanjian Baru berjumlah lebih dari 5.300, berasal dari abad ke-2 hingga abad ke-15 Masehi. Sementara beberapa orang berteori bahwa kitab-kitab Injil adalah koleksi tulisan yang dihasilkan oleh para pemimpin gereja setelah para rasul meninggal, terdapat bukti yang menentang teori itu.

Eta Linneman, seorang sarjana Alkitab yang sangat dihormati yang pernah mengambil posisi ini, sekarang mengatakan, “Seiring berjalannya waktu, saya menjadi semakin yakin bahwa sebagian besar kritik terhadap Perjanjian Baru sebagaimana dipraktikkan oleh mereka yang berkomitmen pada teologi kritik-historis tidak layak untuk disebut sains. . . . Setiap Kitab Injil menyajikan sebuah kesaksian yang lengkap dan unik. Setiap kitab itu berutang keberadaannya kepada para saksi mata langsung atau tidak langsung” (Is There A Synoptic Problem? 9, 194).

Para ahli dan pakar teks Perjanjian Baru telah mempelajari dengan saksama ribuan naskah yang telah ditemukan. Mereka yakin bahwa teks-teks dari mana Alkitab diterjemahkan sebenarnya identik dengan yang ditulis oleh Matius, Paulus, dan penulis Perjanjian Baru lainnya. Ada beberapa variasi kecil, tetapi tidak satu pun dari mereka yang mengubah makna dari bagian yang mereka temukan.

Orang-orang Kristen percaya bukti ini memberikan sebuah tingkat kredibilitas yang tinggi terhadap kepercayaan mereka bahwa Alkitab seperti yang kita miliki adalah Firman Allah yang diilhami.

Baik orang Yahudi maupun Kristen percaya bahwa aturan-aturan untuk beribadah dan berperilaku tidak hanya berakar pada kehendak Allah, tetapi juga dalam hakikat-Nya. Menurut Alkitab, Allah adalah “Yang Kudus.” Karena itu, Dia tidak bisa tidak jujur, kejam, atau tidak adil seperti Dia dapat membuat 2 ditambah 2 sama dengan 5. Dia juga tidak bisa memaafkan perilaku seperti itu dalam diri makhluk moral-Nya.

Menurut Perjanjian Lama dan Baru, Allah itu baik dan dapat dipercaya. Esensi dari karakter-Nya meyakinkan umat-Nya bahwa mereka dapat selalu memercayai-Nya untuk melakukan apa yang Dia janjikan dan bahwa Dia selalu bertindak sesuai dengan integritas yang melekat di dalam diri-Nya.

Banyak orang yang menerima berita Alkitab mengatakan bahwa mereka telah mengalami kasih Allah yang tak tertandingi melalui iman, dan bahwa mereka sekarang dapat berharap dalam keyakinan. Mereka mengatakan bahwa hakikat Allah yang kudus adalah jaminan mereka bahwa Dia akan setia untuk memenuhi setiap janji yang Dia ttelah buat. Orang-orang Kristen percaya bahwa Allah telah menjadi Bapa surgawi mereka dan hidup di dalam mereka melalui Roh Kudus-Nya (1Kor. 6:19-20). Mereka mengatakan bahwa mereka dapat berhubungan dengan-Nya dan mengasihi-Nya dengan sebuah kasih yang “melenyapkan ketakutan” (1Yoh. 4:18).