Pelajaran 4, Kegiatan 2
Sedang berlangsung

Kuliah

Pelajaran Progress
0% Menyelesaikan
00:00 /

Kebangkitan Yesus bisa ditanggapi sebagai tipuan terbesar atau peristiwa terpenting dalam sejarah manusia. Peristiwa kematian, penguburan, dan kebangkitan Yesus dapat ditemukan dalam keempat Injil Perjanjian Baru. Dari keempat Injil, catatan Lukas dan Matius adalah yang terpanjang, sedangkan deskripsi Markus dan Yohanes adalah yang terpendek.

Jika digabungkan, keempat catatan tersebut menampilkan lini masa dari peristiwa-peristiwa yang terjadi menjelang akhir minggu setelah masuknya Yesus ke Yerusalem dengan jaya. Menurut lini masa tersebut, Yesus mengumpulkan murid-murid-Nya untuk merayakan Paskah, setelah itu Ia membawa mereka ke sebuah taman di mana Ia berdoa, lalu ditangkap oleh tentara Romawi yang dibawa ke sana oleh Yudas. Menanggapi hal itu, para murid melarikan diri ketika Yesus dibawa ke hadapan Kayafas, imam besar, lalu kepada Pilatus, gubernur Romawi di daerah itu. Setelah beberapa tuduhan dari para pemimpin agama dilontarkan, Pilatus, yang tahu bahwa Yesus tidak bersalah, menawarkan pembebasan-Nya—sebuah tindakan yang biasa dilakukan pada masa perayaan Paskah. Namun, orang banyak justru menyerukan penyaliban Yesus dan pembebasan Barabas, seorang penjahat dan pembunuh yang terkenal.

Untuk memuaskan orang banyak itu, Pilatus menyerahkan Yesus kepada para tentara Romawi, yang mencambuk dan mengolok-olok-Nya, sebelum akhirnya menyalibkan-Nya. Ketika tergantung di kayu salib, tentara-tentara itu memasang taruhan untuk mendapatkan pakaian Yesus, sementara para pemimpin agama dan orang-orang yang menonton mengejek-Nya dan meminta agar Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri dengan turun dari kayu salib secara ajaib, jika memang Ia adalah Mesias yang sejati. Setelah Ia mati, Yusuf dari Arimatea menemui Pilatus dan meminta jenazah-Nya, yang kemudian diletakkannya di sebuah makam yang belum pernah dipakai. Sebuah batu digulingkan di depan pintu masuk makam itu dan, atas permintaan para pemimpin agama, beberapa tentara Romawi ditempatkan di luar untuk mencegah para murid mencuri jenazah-Nya. Pada hari pertama dalam minggu itu, beberapa pengikut Yesus datang ke makan tersebut dan, setelah mendapatinya kosong, mereka memberitakan bahwa Dia benar-benar telah bangkit dari kematian.

Selain peristiwa-peristiwa tersebut, setiap catatan Injil memberi informasi tambahan tentang penyaliban, penguburan, dan kebangkitan Yesus. Yang unik dalam catatan Matius adalah kenyataan bahwa Pilatus mencuci tangannya secara simbolis di hadapan orang banyak sebagai tanda bahwa kematian Yesus bukan tanggung jawabnya. Orang banyak menjawab, “Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami!” Baik Matius maupun Markus menyebutkan bahwa pada waktu Yesus dihadapkan kepada Kayafas dan banyak saksi mata bersaksi tentang hal-hal yang memberatkan-Nya, dua orang maju ke depan dan menuduh Yesus berkata bahwa Ia dapat merobohkan Bait Suci dan membangunnya kembali dalam waktu tiga hari. Namun, Markus menambahkan bahwa pernyataan kedua saksi itu tidak sejalan sehingga kesaksian mereka tidak sah menurut Ulangan 19:15. Markus juga menambahkan bahwa ketika Yusuf dari Arimatea meminta jenazah Yesus, Pilatus bertanya kepada seorang perwiranya, apakah Yesus benar-benar sudah mati, dan perwira tersebut mengiyakan bahwa Ia memang sudah mati.

Di dalam catatan Lukas, kita tahu bahwa ketika Yesus berdiri di hadapan Pilatus, Ia sempat dikirim kepada Herodes, raja wilayah Galilea, daerah asal Yesus. Ini mungkin cara Pilatus untuk menghindari tanggung jawab atas situasi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Namun, Herodes mengirim Yesus kembali kepada Pilatus tanpa menemukan kesalahan apa pun pada-Nya. Kita juga belajar dari Lukas bahwa ketika para penonton dan kedua penyamun yang disalibkan bersama Yesus mencaci maki-Nya, salah satu dari penyamun itu akhirnya berpaling kepada Yesus dan meminta pengampunan.

Di dalam catatan Yohanes, kita menemukan bahwa sebelum dibawa ke hadapan Imam Besar Kayafas, Yesus dibawa ke kediaman Hanas, mertua Kayafas, yang sebelumnya menjabat sebagai Imam Besar. Yohanes juga mencatat bahwa Yesus memercayakan pemeliharaan hidup ibu-Nya, Maria kepada Yohanes sang rasul ketika Ia tergantung di kayu salib. Selanjutnya, kita tahu bahwa karena hari Sabat akan segera mulai, para pemimpin agama meminta agar kaki para penjahat itu dipatahkan supaya mereka cepat mati. Namun, ketika tentara Romawi mendatangi Yesus, Ia sudah mati, sehingga sebuah tombak ditikamkan ke lambung-Nya. Terakhir, Yohanes mencatat bahwa ketika Yusuf dari Arimatea meminta jenazah Yesus, Nikodemus, yang pernah menemui Yesus di dalam Yohanes 3, bersama dengan dia.

Jika dibandingkan dengan Kitab Suci Perjanjian Lama, kita menemukan bahwa beberapa peristiwa yang disebutkan dalam kronologi tersebut merupakan penggenapan atas sejumlah nubuat, di antaranya: bahwa Yesus akan dikhianati oleh orang yang dekat dengan-Nya (Mzm. 41:9) demi tiga puluh keping perak (Za. 11:12); bahwa Dia tidak akan membuka mulut-Nya tetapi akan digiring seperti anak domba untuk disembelih (Yes. 53:7); bahwa orang-orang di sekitar-Nya akan mengolok-olok dan menghujat-Nya (Mzm. 22: 7-8); bahwa pakaian-Nya akan dijadikan taruhan (Mzm. 22:17-18); bahwa tidak satu pun tulang di tubuh-Nya dipatahkan (Mzm. 34:20); dan bahwa Ia akan bangkit dari antara orang mati sesuai dengan perkataan-Nya (Mat. 12:40).

Sejak lahirnya Gereja, banyak pria dan wanita telah mati demi kepercayaan mereka kepada Yesus sebagai Mesias, yang telah menaklukkan maut dan menawarkan janji kehidupan kekal bagi orang-orang yang mengikut Dia. Namun, apakah kebangkitan-Nya benar-benar terjadi? Apakah Yesus telah menaklukkan maut? Apakah Ia hidup kembali tiga hari setelah disalibkan seperti yang dikatakan Alkitab? Di dalam sisa pelajaran ini, kita akan menjawab tiga pertanyaan utama tentang kebangkitan Yesus: (1) Apakah Yesus mati di kayu salib? (2) Apakah Yesus bangkit dari kematian? dan (3) Mengapa kebangkitan Yesus itu penting?

Apakah Yesus Mati di Kayu Salib?

Pentingnya pertanyaan ini berasal dari kenyataan bahwa Anda tidak dapat mengalami kebangkitan kecuali Anda sungguh-sungguh mengalami kematian. Karena itu, beberapa orang menyangkal realitas kebangkitan karena mereka tidak percaya Yesus benar-benar mati di kayu salib. Pandangan ini pada umumnya dikenal sebagai teori kematian semu atau teori pingsan. Teori ini berasal dari H. E. G. Paulus sekitar tahun 1828, yang mengatakan bahwa Yesus tidak mati di atas kayu salib, melainkan hanya pingsan, kelelahan, atau tidak sadarkan diri. Setelah berada di dalam makam, Yesus sadar kembali, memindahkan batu besar yang menutupi pintu kubur, lalu meyakinkan para pengikut-Nya bahwa Dia telah bangkit. Teori ini mengatakan bahwa ketidaksadaran Yesus tidak hanya mengelabui para penonton yang menyaksikan penyaliban-Nya, tetapi juga para tentara Romawi yang menurunkan-Nya dari kayu salib. Ini adalah teori yang tidak menganggap serius luka-luka yang diderita Yesus akibat penyaliban-Nya dan menjadikan-Nya seoragn penipu. Selain itu, akan sulit bagi Yesus, yang telah babak belur dan dipukuli sehingga tidak dapat dikenali lagi, untuk meyakinkan para pengikut-Nya bahwa Ia memang telah mengalahkan maut.

Berlawanan dengan teori kematian semu, hukuman penyaliban dirancang untuk menjadi jenis eksekusi mati yang kejam, menyakitkan, memalukan, dan pasti membunuh korbannya. Kepastian bahwa Yesus benar-benar mati di atas kayu salib didukung oleh tiga argumen utama.

Pertama, para tentara Romawi yang menyalibkan Yesus sangat terampil dalam proses penyaliban. Tujuan mereka adalah membunuh secara perlahan tetapi pasti. Hukuman penyaliban dirancang untuk membuat seseorang tetap hidup sambil menderita kesakitan selama yang diinginkan. Biasanya, tergantung pada cara yang digunakan untuk mempercepat kematian, kaki orang yang disalib akan dipatahkan sehingga menyebabkan ia sesak napas. Itu terjadi pada para penjahat yang disalibkan di kanan dan kiri Yesus. Namun, ketika algojo mendatangi Yesus, ia menyadari bahwa Yesus sudah mati sehingga, alih-alih mematahkan kaki-Nya, ia menancapkan tombak ke lambung-Nya. Seandainya Yesus belum mati ketika itu, Dia pasti akan mati akibat luka dari penombakan itu.

Kedua, Markus mencatat bahwa ketika Yusuf dari Arimatea meminta mayat Yesus, Pilatus bertanya kepada seorang perwira apakah Yesus benar-benar sudah mati. Perwira itu, yang telah sering melihat orang mati di kayu salib dan pasti lebih dari mampu untuk menentukan apakah Yesus benar-benar mati atau tidak, menjawab ya. Perlu juga dicatat bahwa baik perwira itu maupun Pilatus tidak memiliki alasan untuk berbohong tentang kematian Yesus. Pilatus bertanggung jawab memerintahkan kematian Yesus, dan perwira itu bertanggung jawab melaksanakan perintah tersebut—sebuah perintah yang jika tidak dilaksanakan akan mengakibatkan perwira itu sendiri dihukum.

Ketiga, ketika Yusuf dari Arimatea meletakkan mayat Yesus di dalam makam, ia memeteraikannya dengan sebuah batu yang digulingkan di depan pintunya. Batu bundar yang digunakan untuk memeteraikan makam pada masa itu biasanya setinggi 4,5 kaki dan beratnya 1-2 ton. Batu sebesar dan seberat itu tidak mungkin dapat dipindahkan dari sebelah dalam makam. Yusuf meletakkan batu itu di depan makam karena tidak ada indikasi bahwa Yesus masih hidup, dan ia tidak tahu bahwa kebangkitan akan terjadi dua hari kemudian. Selain itu, Yusuf adalah bagian dari Mahkamah Agama Yahudi, yang telah mengambil keputusan membunuh Yesus. Karena ia sendiri menangani jenazah-Nya, ia pasti tahu apakah Yesus telah mati atau hanya pingsan.

Meski beberapa orang terus menyangkali kematian Yesus di kayu salib, ini adalah poin historis yang jarang diperdebatkan di antara para sarjana yang mempelajari bidang tersebut. Dari apa yang diketahui secara medis tentang penyaliban, kemahiran tentara Romawi melakukannya, dan kesaksian dari para saksi mata, diyakini secara luas bahwa Yesus benar-benar mati di kayu salib. Sambil mengingat hal ini, sekarang kita beralih ke pertanyaan kedua.

Apakah Yesus Bangkit dari Kematian?

Jawaban atas pertanyaan apakah Yesus bangkit dari kematian menentukan keabsahan iman Kristen. Seandainya Yesus tidak bangkit dari kematian, seperti yang ditulis Rasul Paulus dalam 1 Korintus 15, iman kita menjadi sia-sia dan kita masih hidup dalam dosa-dosa kita tanpa pengharapan akan hidup yang kekal. Namun, jika Yesus benar-benar bangkit dari kematian, kabar baik Injil ini benar: Yesus telah mengalahkan maut dan kita, para pengikut-Nya, memiliki pengharapan akan kebangkitan dari antara orang mati. Namun, sama seperti pertanyaan apakah Yesus benar-benar mati di kayu salib, keberatan-keberatan terhadap kebangkitan-Nya juga telah diajukan. Keberatan-keberatan yang paling umum adalah teori konspirasi, teori makam yang salah, dan teori legenda.

Teori konspirasi mengatakan bahwa para murid mencuri jenazah Yesus dari dalam makam lalu mengklaim Dia telah bangkit dari kematian. Teori ini pertama kali dibantah oleh Eusebius dari Kaisarea sekitar tahun 263 M, kemudian oleh William Paley dan lain-lain ketika teori ini dibangkitkan oleh para penganut Deisme pada abad ke-17 dan 18. Berbagai argumen diajukan untuk menyanggah teori tersebut. Pertama, mustahil para murid mengambil jenazah Yesus karena beberapa penjaga ditempatkan di luar makam. Kedua, fakta bahwa para murid mengadakan tipu muslihat seperti itu, mengklaim Yesus bangkit dari kematian padahal mereka tahu itu dusta, tidak konsisten dengan orang-orang yang telah mengikuti ajaran-Nya selama tiga tahun. Ketiga, tipu daya semacam itu hanya akan mengakibatkan penderitaan bagi para murid, dan kemungkinan besar kematian. Dengan kata lain, meski seseorang mungkin bersedia menderita dan mati demi tujuan yang ia yakini benar, ia tidak akan bersedia menderita dan mati demi tujuan yang ia sadari salah. Agar para murid dapat menanggung penganiayaan yang akan mereka alami sebagai pengikut Kristus yang telah bangkit, mereka harus yakin bahwa kebangkitan itu benar-benar terjadi. Karena itu, jika kebangkitan tersebut mereka sadari sebagai kebohongan, setidaknya salah satu dari mereka akan mengakui muslihat tersebut daripada mati untuk sesuatu yang mereka tahu merupakan kebohongan.

Di dalam buku The Son Rises, William Lane Craig mengungkapkan bahwa banyak argumen yang dikemukakan oleh Paley dan para pendahulunya telah mematahkan teori konspirasi selamanya. Craig menulis, “Tidak ada ahli Alkitab modern yang akan menerima teori bahwa para murid [Yesus] bersekongkol mencuri mayat-Nya lalu berbohong tentang penampakan-penampakan pasca kebangkitan-Nya. Itu sama sekali tidak masuk akal. Kenyataan bahwa masalah tersebut masih diperdebatkan dalam karya-karya populer adalah kesaksian yang menyedihkan tentang kurangnya komunikasi antara ahli dan orang awam.”

Teori kedua yang diajukan untuk menolak kebangkitan Yesus adalah teori makam yang salah dari Kirsopp Lake pada tahun 1907. Teori ini mengatakan bahwa pada hari pertama dalam minggu itu ketika para wanita pergi untuk meminyaki jenazah Yesus, mereka secara tidak sengaja pergi ke makam yang salah, yang mereka saksikan kosong, lalu mereka memberitakan bahwa Yesus telah bangkit. Teori tersebut dengan mudah dibantah bukan hanya oleh kenyataan bahwa wanita-wanita tersebut tahu persis di mana Yesus dimakamkan sebagaimana disebutkan dalam Lukas 23:55, tetapi juga oleh kenyataan sederhana bahwa ketika para murid mulai mengumumkan kebangkitan Yesus, akan mudah sekali para pemimpin agama waktu itu mengidentifikasi makam yang benar, membukanya, lalu mengeluarkan jenazah Yesus.

Teori ketiga yang biasanya digunakan untuk menentang kebangkitan Yesus adalah teori legenda yang dianut oleh David Strauss. Ia mengatakan bahwa kebangkitan Yesus hanyalah legenda karangan para pengikut-Nya pada masa-masa awal setelah kematian-Nya, yang kemudian berkembang dari generasi ke generasi. Teori ini menyangkal keandalan kisah-kisah Injil itu sendiri dan memandang kebangkitan Yesus sebagai mitos. Namun, kalangan sarjana Alkitab modern telah membuktikan bahwa kisah-kisah Injil itu otentik, akurat, dan harus dianggap sebagai kisah biografis.

Di dalam bukunya, The Historical Reliability of the New Testament, Craig Blomberg menulis, “Meski sesuatu yang baru dan melampaui zaman hampir selalu mendapat perhatian media dan mengundang ketertarikan di internet terbanyak, jumlah karya para sarjana internasional yang kokoh dalam empat puluh lima tahun terakhir, yang mendukung keandalan historis dari bagian-bagian Alkitab, telah berkembang pesat.” Seperti yang telah dibahas dalam Pelajaran 3, Alkitab adalah sebuah kitab unik, yang keandalan historisnya didukung oleh penyebarluasan teks yang luar biasa, penemuan-penemuan arkeologis, dan banyaknya penggenapan nubuat.

Berdasarkan bukti-bukti yang dipaparkan di atas, ada lima argumentasi dasar yang mendukung kebenaran tentang kebangkitan Yesus. Pertama, karakter moral para murid. Para murid telah mengikut Yesus selama tiga tahun, dan karakter moral yang mereka kembangkan selama itu tidak akan konsisten dengan dugaan bahwa mereka menciptakan atau mendukung kebohongan yang dirancang untuk menipu orang lain. Selain itu, para murid sendiri terkejut dengan kebangkitan tersebut karena kepercayaan akan Mesias yang telah bangkit merupakan hal yang asing dalam pemikiran orang Yahudi. Faktanya, tidak ada nubuat yang luas tentang kebangkitan dalam Perjanjian Lama.

Kedua, kenyataan tentang makam yang kosong. Makam itu ditemukan kosong oleh para wanita yang akan meminyaki jenazah Yesus pada hari pertama dalam minggu itu. Ketika mereka tiba, mereka diberitahu bahwa Yesus telah bangkit dan harus pergi memberitahukannya kepada para murid Yesus. Pada saat itu, kesaksian para wanita dianggap tidak dapat dipercaya, yang ditunjukkan dengan ketidakpercayaan Petrus terhadap laporan Maria Magdalena dalam Markus 16:11. Jika makam kosong itu hanya sebuah cerita karangan gereja mula-mula, seharusnya yang menemukan makam itu adalah para murid Yesus, bukan para wanita.

Ketiga, banyaknya saksi mata tentang kebangkitan Yesus. Di dalam 1 Korintus 15:3-7, Paulus membacakan sebuah pernyataan iman yang dimulai hanya beberapa tahun setelah peristiwa kebangkitan itu. Pernyataan tersebut mengungkapkan empat fakta yang dipercaya para pengikut Kristus yang pertama: Kristus mati untuk dosa-dosa kita, Ia dimakamkan, Ia bangkit pada hari ketiga, dan Ia menampakkan diri kepada Kefas, lalu kepada dua belas murid, lalu kepada lebih dari lima ratus orang yang masih hidup pada waktu Paulus menulis surat tersebut. Itu sebuah pernyataan iman yang dikembangkan sejak awal sekali di dalam komunitas Kristen yang, jika salah, akan dibantah oleh orang-orang yang mengetahui kebenarannya.

Keempat, kerelaan orang-orang yang telah melihat Kristus bangkit untuk menderita dan mati demi sesuatu yang mereka tahu benar. Para murid menghadapi penganiayaan yang berat dan akhirnya mati karena kepercayaan mereka kepada Yesus yang telah bangkit. Seperti yang telah disebutkan di atas, meski seseorang rela mati untuk apa yang mereka yakini benar, mereka tidak akan mau mati untuk apa yang mereka tahu merupakan kebohongan. Penampakan Yesus yang telah bangkit kepada para pengikut-Nya berdampak besar dalam kehidupan mereka, yang memberi mereka kekuatan untuk hidup dan memberitakan kebangkitan-Nya di tengah-tengah rintangan yang sangat besar.

Kelima, keakuratan kisah-kisah Injil. Injil harus dilihat sebagai sebuah catatan saksi mata yang otentik karena itu adalah sumber yang berotoritas pada abad pertama dan disebut sebagai “Kitab Suci” oleh para penulis awal seperti Polikarpus, Yustinus Martir, dan Irenaeus. Penghormatan terhadap dokumen-dokumen tersebut dan pengutipannya dalam tulisan-tulisan gereja mula-mula membuat dokumen-dokumen itu dikumpulkan menjadi satu jilid pada masa kekristenan yang sangat awal. Injil, Kisah Para Rasul, dan tulisan-tulisan Paulus bahkan diterima oleh kelompok-kelompok non-Kristen sebagai catatan sejarah, meski semua dokumen tersebut mungkin tidak mereka anut dan ikuti.

Gary Habermas, seorang ahli Perjanjian Baru, mengambil pendekatan yang lebih sederhana dalam memahami kebangkitan Yesus sebagai peristiwa bersejarah dengan mengasumsikan salah satu dari tiga pendekatan terhadap Alkitab. Pertama, jika Alkitab adalah firman Allah yang diilhamkan, seperti yang telah kita lihat dalam Pelajaran 3, Ia benar-benar bangkit dari antara orang mati, seperti yang dikatakannya. Kedua, jika Alkitab tidak diilhamkan, tetapi merupakan dokumen yang dapat dipercaya secara historis, kebangkitan Yesus dari antara orang mati tetap merupakan kenyataan. Ketiga, jika Alkitab tidak diilhamkan dan tidak dapat dipercaya, tetapi hanya sebuah kitab sastra kuno yang sejajar dengan karya Homer dan Plato, kita masih dapat mengatakan bahwa Yesus bangkit dari antara orang mati berdasarkan kesaksian orang lain pada masanya.

Mengapa Kebangkitan Yesus itu Penting?

Kebangkitan Yesus sangat penting dalam agama Kristen karena tanpa kebangkitan itu, Injil tidak akan lengkap. Menurut Paulus, kematian dan kebangkitan Yesus adalah satu kesatuan; Anda tidak dapat menerima yang satu tanpa menerima yang lain. Di dalam 1 Korintus 15:13-17 Paulus menulis, “Seandainya tidak ada kebangkitan orang mati, Kristus juga tidak dibangkitkan. Andai kata Kristus tidak dibangkitkan, sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu. Lebih daripada itu, kami ternyata berdusta terhadap Allah, karena tentang Dia kami katakan bahwa Ia telah membangkitkan Kristus—padahal Ia tidak membangkitkan-Nya, andai kata benar bahwa orang mati tidak dibangkitkan. Sebab, jika benar orang mati tidak dibangkitkan, Kristus juga tidak dibangkitkan. Jika Kristus tidak dibangkitkan, sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu” (penekanan ditambahkan). Tanpa kebangkitan Yesus, kita tidak akan mendapatkan apa-apa. Sebaliknya, dengan kebangkitan-Nya kita tidak hanya mendapatkan pengampunan tetapi juga pengharapan hidup yang kekal.

Realitas kebangkitan Yesus berdiri sebagai dasar agama dan berita Kristen—berita yang terus menyebar luas ke seluruh dunia selama dua ribu tahun terakhir. Yesus mempersembahkan diri-Nya sebagai korban untuk dosa-dosa dunia, dan membuktikan kuasa-Nya dengan menaklukkan maut melalui kebangkitan-Nya. Di dalam Yohanes 10:17-18 Ia berkata, “Bapa mengasihi Aku, karena Aku memberikan nyawa-Ku agar Aku mengambilnya kembali. Tidak seorang pun mengambilnya dari Aku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali.” Kebangkitan Yesus sangat penting karena tanpa kebangkitan-Nya, kita tidak memiliki harapan untuk keluar dari kejatuhan yang kita alami.

Kesimpulan

Orang-orang yang meragukan kebangkitan Yesus melakukannya bukan karena bukti-buktinya kurang, tetapi karena implikasi-implikasi yang dihasilkannya. Jika Allah menyatakan diri di dalam Yesus, yang telah mempersembahkan nyawa-Nya sebagai korban untuk dosa-dosa kita, hanya melalui pengorbanan itulah kita dapat ditebus. Yesus berkata di dalam Yohanes 14:6, “Akulah jalan, kebenaran, dan hidup. Tidak seorang pun datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” Dengan demikian, Yesus adalah satu-satunya harapan keselamatan bagi umat manusia.

Beberapa orang menyangkal kebenaran tentang kebangkitan Yesus, dan lebih memilih menjalani hidup seperti yang mereka inginkan tanpa harus bertanggung jawab kepada kekuatan yang lebih tinggi dalam bentuk apa pun. Sebagian lagi menyangkal kebangkitan Yesus dari perspektif yang mereka anggap lebih ilmiah dengan mengatakan, “Saya tidak percaya kepada kebangkitan Yesus karena manusia tidak mungkin bangkit dari kematian.” Keberatan tersebut adalah asumsi yang didasarkan pada pandangan dunia naturalistis yang mengandaikan mukjizat tidak terjadi. Namun, ilmu pengetahuan didasarkan pada bukti, dan jika bukti-bukti yang ada menunjuk kepada realitas kebangkitan Yesus, itu mungkin saja terjadi meski tidak dapat dijelaskan.

Orang lain mungkin marah kepada Allah karena pengalaman tragis di dalam hidupnya. Orang-orang seperti itu disebut peragu emosional dan menganggap Allah bertanggung jawab atas segala peristiwa yang tidak menguntungkan dan menolak berpaling kepada-Nya untuk beroleh pengharapan. Pendekatan semacam itu menimbulkan pertanyaan, “Jika Allah itu baik dan Mahakuasa, mengapa hal-hal buruk terjadi di dalam hidup?” Ini adalah pertanyaan yang akan kita bahas dalam pelajaran selanjutnya.

Sejauh ini kita telah membahas dasar-dasar alkitabiah bagi keterlibatan dalam Apologetika Kristen, bukti-bukti keberadaan Allah, alasan-alasan mengapa kita dapat melihat Alkitab sebagai dokumen sejarah yang dapat dipercaya, dan beberapa bukti bahwa kebangkitan Yesus benar-benar terjadi. Di dalam pelajaran selanjutnya kita akan membahas pertanyaan tentang kemunafikan di dalam gereja sebagai cara yang digunakan beberapa orang untuk menolak agama Kristen.

Materi Pelajaran

Transkrip