Kuliah
l. Berupaya Meluangkan Waktu Bersama Allah
Jika berkomunikasi dengan Bapa di Sorga melalui telaah Alkitab dan doa adalah dasar dari pertumbuhan rohani, kita perlu menetapkan waktu dalam kehidupan yang sibuk untuk menghabiskan waktu bersama Allah secara rutin. Namun bagaimana kita bisa mencari waktu ini? Dan ketika bertemu Allah, apa yang kita lakukan? Pelajaran ini akan membantu Anda menjawab semua pertanyaan ini.
Apakah Anda merasa seperti salah satu dari orang ini?
Seorang eksekutif mengelola jadwal mingguannya dengan gugup setelah mendengar bahwa pengurangan karyawan manajemen menengah akan dimulai bulan depan.
Seorang ibu muda dengan balita kembar bergulat mencari waktu untuk dirinya sendiri namun anak-anaknya bangun susul-menyusul ketika tidur siang.
Kedua contoh di atas adalah orang-orang sibuk yang ingin berjalan bersama Allah sepanjang hari. Mereka memiliki satu kesamaan. Keduanya berada di tengah keadaan yang menyulitkan mereka untuk menghabiskan waktu istimewa bersama Allah dalam doa dan pembacaan Alkitab. Justru karena kita dibuat tertekan oleh tuntutan hidup maka jeda waktu untuk menyetel ulang rohani kita menjadi teramat penting.
Banyak dari kita hdup dengan perasaan bersalah karena menelantarkan waktu saat teduh pribadi bersama Allah. Di tengah tuntutan menumpuk sepanjang hari, mudah untuk mengabaikan begitu saja perawatan bagi kehidupan rohani kita.
Namun jika mengukur kerohanian dengan menghitung kekerapan kita bertemu dengan Allah sepanjang minggu, kita justru melewatkan maksud dari semua ini. Saat teduh adalah perihal hati kita ketimbang kedisiplinan mematuhi jadwal harian kita.
Tepat setelah penciptaan pria dan perempuan pertama, Allah terlihat ‘berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk’ (Kejadian 3:8). Sang Pencipta semesta tidak bersembunyi di balik pintu tertutup atau berlindung di balik para ajudan malaikat untuk menghalau ciptaan-Nya. Justru Dia yang terlebih dahulu mencari Adam dan Hawa untuk persekutuan rohani.
Waktu saat teduh yang sehat dan rutin adalah satu cara penting supaya kita bisa membalas kerinduan Allah untuk berjalan bersama kita. Pasangan yang saling mencintai tidak perlu dipaksa untuk menghabiskan waktu bersama. Masing-masing dari mereka memiliki kerinduan mendalam untuk menikmati hidup dalam hubungan dengan pasangannya. Ketika gangguan hidup memisahkan mereka, masing-masing berusaha untuk bisa berhubungan kembali.
Ini adalah inti dari bersaat teduh. Kita ingin menghabiskan waktu bersama Allah untuk menikmati hadirat, penghiburan, dan tuntunan-Nya. Dan dengan cara yang misterius, ketika menghabiskan waktu bersama Allah, kita ‘mencerminkan kemuliaan Tuhan … maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya’ (2 Korintus 3:18). Kita mendapati bahwa menghabiskan waktu bersama Allah sesungguhnya mengubah jati diri kita.
ll. Sebuah Pendekatan Berhubungan Untuk Meluangkan Waktu Bersama Allah
Allah sama yang menghendaki persekutuan, yang berjalan di tengah sejuknya hari bersama Adam dan Hawa, juga sedang menjangkau setiap kita saat ini. Namun kapan kita harus berusaha berhubungan dengan-Nya?
Alkitab mendorong supaya pertemuan dengan Allah dilakukan setiap saat, sepanjang hari.
Daud menulis, ‘Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau’ (Mazmur 63:1).
Ezra, si imam, ‘membacakan [Hukum Taurat] … dari pagi sampai tengah hari’ (Nehemia 8:3).
Daud merenungkan Firman Allah pada waktu ‘jaga malam’ (Mazmur 119:148).
Dan Mazmur pertama di Perjanjian Lama merujuk kepada orang yang diberkati yang ‘kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam’
(Mazmur 1:2).
Alkitab menyediakan kebebasan elok mengenai kapan bertemu dengan Allah. Jadi, kapan waktu terbaik untuk Anda dalam sehari? Dalam keadaan saat ini, Anda mungkin mendapati bahwa pagi hari adalah waktu yang pas. Seringkali Anda membaca sebuah perikop di pagi hari, merenungkannya di siang hari, dan meninjau kembali di waktu petang. Adalah membantu untuk memiliki pemikiran alkitabiah yang sama sepanjang hari.
Yang terpenting adalah menetapkan waktu yang teratur setiap harinya bagi Allah untuk berbicara kepada Anda melalui Firman-Nya dan Anda bisa menjawab Dia dalam doa.
Jika sudah menetapkan waktunya, penting untuk disiplin menepati janji temu Anda dengan Allah. Namun bagaimana kita melakukannya?
lll. Membangun Sebuah Hubungan
‘Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal’
(1 Korintus 9:25).
Dua orang yang saling mencintai sengaja menghabiskan waktu istimewa bersama. Untuk mewujudkan ini, disiplin dan cinta harus bekerja sama. Meluangkan waktu membutuhkan perencanaan matang.
Hal serupa juga diperlukan untukmembangun waktu saat teduh bersama Allah. Seringkali kita memulai hari dengan niatan bersaat teduh di waktu yang sudah ditentukan. Namun seiring hari bergulir, kita bertubi-tubi dihujani oleh satu hal dan hal lainnya. Tiba-tiba saja, waktu saat teduh ditunda hingga keesokan harinya. Namun ketika waktu saat teduh adalah yang terutama, memusatkan hidup kita kepada Allah menjadikan semuanya jelas.
Hubungan erat semacam ini membutuhkan kedisiplinan.
Di 1 Korintus 9, Rasul Paulus memanfaatkan gambaran pertandingan atletik untuk melukiskan kebutuhan akan disiplin rohani.
Istilah yang diartikan sebagai ‘menguasai dirinya’ sungguh-sungguh bermakna ‘kekuatan untuk mengendalikan diri; menerapkan pengendalian diri.’
Ketika olahragawan berkata ‘ya’ kepada Olimpiade, mereka berkata ‘tidak’ kepada semua gangguan lainnya. Pengendalian ketat atas pola makan dan latihan adalah satu-satunya cara untuk menang di cabang olahraga yang digeluti. Senada dengan ini, dengan membangun kedisiplinan bersaat teduh setiap hari dan senantiasa mengutamakannya, sejumlah kebiasaan baik lain akan mengikuti.
Berikut adalah beberapa cara menyiapkan waktu saat teduh sebelum Anda memulainya:
- Siapkan waktu setiap hari untuk berhubungan.
Entah kita lebih memilih jadwal yang sangat ketat atau sesuatu yang lebih santai, kita semua butuh rencana. Jadi, pertama-tama pertimbangkan jadwal Anda, dan tetapkan waktu kapan Anda bisa bertemu Allah setiap harinya.
- Tentukan berapa lama waktu untuk dihabiskan.
Seorang guru gitar klasik pernah memberitahu muridnya, ‘Lebih baik berlatih 15 menit per hari setiap hari daripada berlatih beberapa jam hanya untuk beberapa hari saja.’ Dia benar, terutama jika itu untuk membangun kebiasaan baru.
Asas ini jelas bisa diterapkan untuk waktu saat teduh kita. Lebih baik menyisihkan 15 menit dan berusaha tetap setia menepati waktu itu ketimbang membiarkan disiplin keseharian kita terkikis oleh gangguan sehari-hari. Setelah berdoa mengenai berapa lama waktu yang harus dihabiskan, catat jatah waktu itu di jadwal Anda.
- Temukan tempat yang sunyi.
Kita semua bisa memusatkan perhatian atau justru teralihkan dengan cara berbeda. C. S. Lewis mengemukakkan saran yang mengejutkan dalam bukunya Letters to Malcolm. Peringatan kerasnya mengenai waktu saat teduh ditujukan untuk memastikan kita ‘memiliki gangguan yang secukupnya’ guna membantu kita memusatkan perhatian. Lewis menuturkan kisah mengenai seorang pria yang membaca Alkitab dan berdoa di gerbong kereta karena keadaan sunyi senyap membuatnya rentan terhadap gangguan dari dalam dirinya. Ironisnya, perhatiannya justru membaik ketika agak terganggu.
Intinya adalah kita tidak selalu bisa menemukan tempat yang sesunyi gua terpencil. Bagaimanapun juga, gangguan kecil sangat mungkin terjadi. Namun kita perlu mencari tempat yang kita yakini cukup sunyi untuk membantu kita memusatkan perhatian. Kini, tandai di jadwal Anda tempat untuk berhubungan kembali dengan Tuhan.
- Pasanglah harapan yang masuk akal.
Ada seorang siswa di sekolah Kristen yang adalah penulis hebat. Masalahnya adalah dia selalu terlambat mengumpulkan tugas tertulis. Mengapa?
‘Jika saya tidak bisa melakukannya dengan benar, saya tidak akan melakukannya!’ adalah alasannya. Hasrat akan kesempurnaan menjadikannya tidak setia. Ini adalah masalah umum ketika mempertahankan waktu saat teduh. Ini adalah pendekatan ‘sempurna atau tidak sama sekali’ atas kebiasaan saat teduh.
Pada kenyataannya, bersaat teduh lebih merupakan kemajuan ketimbang kesempurnaan. Lebih baik memiliki waktu saat teduh yang singkat dan mungkin kurang bermakna setiap harinya ketimbang sama sekali tidak bersaat teduh demi mengejar kesempurnaan. Ketika kita menantikan keadaan yang sempurna untuk bisa menghabiskan ‘waktu istimewa’ bersama Tuhan, justru hal ini jarang muncul. Saat teduh yang terkelola baik, dalam takaran pas bisa menuntun Anda supaya lebih setia.
Namun apa yang terjadi jika waktu dan tempat sudah ditentukan dan Anda bersiap untuk melakukannya namun suasana hati Anda tidak mendukung?
lV. Menukar Kekuatan Manusia Dengan Kekuatan Allah
‘[O]rang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru’ (Yesaya 40:31).
Yesaya percaya bahwa menanti-nantikan Tuhan sama sekali bukanlah proses pasif. Gagasan mengenai ‘kuasa ketabahan’ membutuhkan pertukaran radikal antara kekuatan manusia dengan ilahi. Kata Ibrani untuk mendapat yang baru bermakna ‘menggantikan, menukarkan, menjadikan baru, menelurkan.’
Orang Kristen tidak dimaksudkan untuk mengerahkan kekuatan kehendaknya sendiri namun justru untuk menukar kekuatan manusia dengan kekuatan ilahi.
Siswa lain di sekolah Kristen memiliki masalah kedisiplinan terkait proses belajar. Kegiatan bersama teman-temannya bersaing ketat dengan mengupayakan agar tugas dikumpul tepat waktu dan menyiapkan diri sepenuhnya untuk ujian.
Satu malam selepas kelas, si pemuda merundingkan masalah ini dengan salah satu profesornya. Setelah berbicara dengannya, si siswa merasa harus memilih waktu saat teduh sebagai kegiatan yang terutama setiap harinya. Ini akan menjadi sebuah proyek yang rencananya akan dikerjakan pertama kali setiap pagi.
Keesokan harinya ketika mulai menepati janji untuk mengutamakan waktu saat teduh, dia mendapati bahwa tekadnya tiba-tiba melemah. Dia merasa tidak bersemangat untuk bersaat teduh. Suasana hatinya tidak mendukung.
Sembari mengingat Yesaya 40:31, dia memutuskan untuk jujur dengan Allah dan ‘menukar kekuatannya’ dengan kekuatan Allah. Pemuda ini berkata kepada Allah bahwa hatinya terasa beku dan tidak terlalu bersemangat untuk menghabiskan waktu bersama-Nya. Dia mengakui hal ini sebagai dosa dan bersyukur kepada Allah atas pengampunan-Nya (1 Yohanes 1:9).
Lalu siswa ini memutuskan untuk menyerahkan suasana hatinya kepada Allah dan memohon agar Dia mengubahnya. Dia meminta Allah untuk mengganti ‘kebekuan’ dirinya dengan gelora rohani-Nya. Siswa ini membaca perikop Alkitab sesuai jadwal hari itu, dan dia kembali berjanji untuk berdoa demi perubahan dirinya.
Setelah 20 menit berlalu, pemuda ini mulai berdoa untuk berbagai proyek yang membutuhkan perhatiannya di hari itu. Dia bercerita kepada Allah mengenai tugas-tugas yang enggan dikerjakannya dan meminta Dia kekuatan yang diperlukan untuk menyelesaikan semua itu.
Ketika si pemuda berjalan menuju kelas, dia mulai merasakan tenaga, pikiran yang terpusat, dan yang terpenting, disiplin yang sebelumnya tidak dia miliki. Nilai-nilainya membaik di semester itu. Dia telah menemukan cara menukar kekuatannya sendiri dengan kekuatan Allah yang hidup.
V. Memupuk Komunikasi Dua Arah
Pernahkan Anda mencurahkan isi hati kepada orang lain lewat selembar surat? Anda mungkin berharap-harap cemas ketika menunggu balasannya. Apa yang Anda rasakan jika balasan tertulis itu mengabaikan semua yang sudah Anda tulis dan hanya berisi semua hal yang berkaitan dengan orang yang menulisnya?
Ini bisa jadi pandangan dari Sorga ketika waktu bersaat teduh terjadi hari lepas hari. Alkitab adalah surat cinta dari Bapa Sorgawi kita. Namun terlampau sering doa kita tidak mencerminkan takaran sesungguhnya dari Kitab Suci yang kita baca. Alih-alih, isi surat cinta itu terabaikan karena ada banyak kebutuhan mendesak yang kita utarakan. Yang seharusnya terjadi adalah komunikasi rohani dua arah.
- Allah berbicara kepada kita melalui Firman-Nya.
1 Samuel 3:21 berkata bahwa ‘Tuhan menyatakan diri … kepada Samuel dengan perantaraan firman-Nya.’ Kata Ibrani untuk menyatakan diri bermakna ‘memperlihatkan atau menyingkap.’ Sang Pencipta membeberkan pemikiran, kepribadian, dan kehendak-Nya melalu Firman-Nya. Dalam sejarah Alkitab, Allah berfirman langsung atau mengilhami para penulis untuk menuangkan isi hati-Nya ke dalam Kitab Suci. Saat ini, Dia menerangi Alkitab sehingga pemahaman kita tercerahkan oleh Roh Kudus tatkala kita membacanya.
Ketika menyantap perikop Kitab Suci, ada kebiasaan yang bisa menjadikan telaah Firman Allah bermanfaat.
Pertama-tama, kita perlu bertanya, ‘Apa yang tertulis dalam perikop ini?’ Kita menjawab ini dengan menyimak kata-kata asli di naskah itu sebagaimana mereka digunakan sesuai latar belakangnya. Izinkan pesan Alkitab berbicara dengan sendirinya sesuai dengan sejarah asli dan latar belakang budaya yang berlaku. Misalnya, bayangkan tokoh Alkitab mengenakan jubah dan sandalnya ketimbang mengharapkan tokoh itu mengenakan jas dan dasi.
Langkah kedua adalah bertanya, ‘Apa maksudnya?’ Dalam perikop Alkitab terkandung kebenaran rohani yang berlaku untuk setiap zaman. Terkadang gagasan utama ini tidak hanya terikat pada masa ratusan tahun lampau namun juga bisa disimak dalam keadaan kita saat ini.
Akhirnya, kita harus bertanya, ‘Bagaimana ini diterapkan?’ Roh Kudus yang tingal di dalam kita akan mengubah pikiran, perkataan, dan perbuatan kita ketika Dia diizinkan menerapkan asas rohani yang kita jumpai dalam Firman Allah. Pertanyaan kunci yang perlu disampaikan adalah, ‘Dengan cara terukur apa hidup saya seharusnya berubah karena telah mempelajari pasal ini?’
- Kita menyampaikan balasan kepada Allah melalui doa.
Mari teliti percakapan balasan kita kepada Allah. Daniel 6:10 berkata bahwa Daniel ‘berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya.’ Di tengah waktu doa rutinnya, tidak diragukan bahwa Daniel mengutarakan kepada Allah semua kebutuhan pribadinya dan juga mendoakan kebutuhan orang lain.
Ketika Daniel sedang memanjatkan permohonannya kepada Allah, ada rasa syukur yang menyusup ke dalam doanya. Inti dari ucapan syukur adalah jawaban terima kasih kepada Allah atas semua berkat yang telah dicurahkan-Nya. Ini adalah bagian percakapan yang meluapkan rasa syukur dan terima kasih. Menenggelamkan diri di dalam Firman bisa menjadi batu loncatan untuk memuji Allah karena jati diri-Nya dan apa yang telah dikerjakan-Nya.
VI. Luangkan Waktu Untuk Mencerna Makanan Anda
‘Apabila aku bertemu dengan perkataan-perkataan-Mu, maka aku menikmatinya; firman-Mu itu menjadi kegirangan bagiku, dan menjadi kesukaan hatiku, sebab nama-Mu telah diserukan atasku, ya TUHAN, Allah semesta alam’ (Yeremia 15:16).
Tatkala menghadapi halaman Alkitab, mudah saja untuk membaca sekilas sebuah perikop tanpa menyimak arti pentingnya. Namun nabi Yeremia, dengan rasa cinta mendalamnya akan Sabda Allah, menjadikan Firman Allah yang terutama. Kata Ibrani yang diterjemahkan menjadi ‘bertemu’ bermakna ‘untuk memperoleh dan menyimpan’ dan ‘berjumpa dan bersua.’ Ketika membaca sebuah perikop, kita sebaiknya melambat dan membaurkan diri dengan bacaan hingga ia tersimpan di dalam roh kita.
Yeremia merasakan semburan ‘kegirangan dan kesukaan’ ketika menyerap Firman Allah ke dalam hatinya. Kata yang digunakan si nabi untuk hati bermakna ‘batin; pemikiran; cerminan atas pusat kehendak.’ Firman Allah menyuburkan pikiran , perasaan kita dan membawa sukacita.
Dasar untuk bersukacita karena melahap Firman Allah bisa ditemui di bagian penutup dari ayat yang singkat namun bermakna ini: ‘[N]ama-Mu telah diserukan atasku, ya TUHAN, Allah semesta alam.’ Bagi Yeremia, waktu bermakna di dalam Firman Allah senantiasa terkait dengan hubungan kita dengan-Nya. Di waktu saat teduh, kita sekali lagi menyadari bahwa kita dipanggil oleh Tuhan atas langit dan bumi yang Mahakekal. Dan kesadaran ini mengubah kekeringan rohani kita menjadi perjumpaan berapi-api dengan Dia yang menciptakan kita untuk bersekutu dengan-Nya.
Vll. Tuliskan Dalam Catatan
Ada sejumlah keuntungan dari mencatat semua waktu pribadi Anda bersama Tuhan. Pikiran dan perasaan kita senantiasa berubah mengikuti berbagai pengalaman hidup. Jika kita memiliki catatan tertulis mengenai apa yang terjadi ketika bersaat teduh, berbagai kecenderungan dalam perjalanan iman kita akan terungkap. Sebagai tambahan, kita akan melihat kemajuan apa yang telah dicapai dalam berbagi bidang hidup kita yang akan terluput begitu saja jika tidak dicatat.
Hal-hal yang mungkin sebaiknya dicatat mencakup tanggal, perikop yang dibaca, dan ayat atau kalimat yang berbicara kepada Anda. Mungkin Anda juga ingin mencatat gagasan yang diperoleh, penerapan yang Anda kira seharusnya dilakukan dalam hidup, dan bagaimana Anda bercakap-cakap dengan Allah mengenai hal ini dalam doa.
VIII. Jadikan Cara Anda Beragam
Ada banyak panduan saat teduh yang kini tersedia di toku buku Kristen di dekat Anda. Buku My Utmost for His Highest karya Oswald Chambers adalah panduan umum saat teduh yang disesuaikan untuk renungan harian. Buku lainnya meliputi sejumlah bacaan terpilih untuk menelusuri Alkitab dalam setahun.
Buku saku saat teduh Our Daily Bread memanfaatkan kisah-kisah penuh ilham untuk menarik pelajaran dari bacaan Alkitab yang dianjurkan. Salah satu alasan mengapa panduan jenis ini umum digunakan adalah karena isinya singkat, memuat pelajaran penuh ilham yang mudah diingat dan bisa diterapkan dalam hidup sehari-hari. Jika Anda menggunakan satu dari panduan saat teduh ini, pastikan untuk membaca perikop Alkitab yang dianjurkan beriringan dengan kisah yang melukiskan kebenaran alkitabiah di dalamnya. Allah telah berjanji untuk memberkati Firman-Nya, bukan gambaran kita mengenai itu (2 Timotius 3:15-16).
Dari sekian banyak cara untuk memiliki waktu saat teduh dan telaah Alkitab yang berhasil, pasti salah satunya sesuai untuk Anda. Cara apapun yang Anda gunakan, menghabiskan waktu bersama Allah untuk menikmati hadirat, penghiburan, dan tuntunan-Nya adalah tujuannya.
Kunci dari menikmati hadirat Allah dalam pengertian ini tidaklah terlalu bertumpu pada caranya namun justru mengenai senantiasa menepati janji Anda untuk memupuk hubungan yang bertumbuh dengan Allah, Sang Bapa. Dia mengasihi anak-anak-Nya dan merindukan terlibat secara pribadi dengan setiap kita. Hubungan ini akan bertambah erat ketika kita memenuhi undangan-Nya untuk menghabiskan waktu bersama Dia.